NANANG KOHAR, SH. & A. BUSTAMI, SH. : LAWYERs

Jl. Rawa Kuning Rt. 011/02 No. 25 Kel. Pulo Gebang – Cakung, Jakarta Timur 13950 – Indonesia. Mari, jalan-jalan ke Antariksa dengan ilmu !

Kumpulan Artikel

Kemendiknas, Mengadakan Konferensi Pers Tentang BHP

01 April 2010 | Laporan oleh Administrator

Jakarta, – Kementerian Pendidikan Nasional mengadakan konferensi pers
tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) dengan narasumber  Mohammad Nuh  Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas), di Ruang Sidang DSS Gedung A  lantai 2 Kementerian  Pendidikan Nasional, Jakarta, Rabu (31/3) sore.

Mendiknas dalam keterangan persnya menyampaikan, Hasil keputusan  Mahkamah Konstitusi  terkait putusan uji materi Undang-Undang (UU)  Nomor 9 Tahun 2009  tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) menyatakan  UU itu  inkonstitusional. Menyikapi putusan ini, pemerintah tetap  berkomitmen  untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Pemerintah juga  akan  mempertahankan prinsip nirlaba dalam penyelenggaraan  pendidikan.

Mendiknas mengatakan, harus ada peraturan yang lebih teknis dan   operatif untuk menterjemahkan nonkomersial atau nirlaba. Mendiknas   menilai, jika ada yayasan-yayasan yang membuka pendidikan akan sangat   berbahaya kalau menjadikannya sebagai komoditas. “Dia (yayasan)  narik  SPP besar-besar untuk mendapatkan keuntungan. Nah itulah yang  namanya  komersialisasi. Itu yang tidak boleh. Harus tetap  dipertahankan peran  nirlaba tadi itu.” katanya.

Ketua Majelis Hakim Konstitusi Moh Mahfud MD, dalam sidang putusan   yang digelar di Gedung MK, mengatakan bahwa UU BHP juga dinyatakan   tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Pemerintah, kata   Mendiknas, menghargai dan menghormati  keputusan-keputusan yang   diambil oleh lembaga-lembaga- negara negara seperti MA , MK, dan KPK   sesuai dengan porto folionya. “Jadi tidak ada istilah pemerintah   menolak atau melawan terhadap keputusan lembaga-lembaga negara itu.   Kami menghargai dan menghormati, ” katanya.

Mendiknas menjelaskan, konsekuensi dari dibatalkannya UU BHP,   pemerintah akan meninjau ulang seluruh peraturan yang telah   ditetapkan. Hal ini, kata Mendiknas, diterapkan baik pada level   peraturan pemerintah (PP) maupun pada peraturan menteri yang   konsiderasinya menggunakan UU BHP. “Kita akan mereview seluruh   peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan. Secara rinci kami akan   menyampaikan kepada masyarakat,” ujarnya.

Mendiknas menyebutkan, PP yang akan ditinjau ulang yakni tentang   Universitas Pertahanan dan Pengelolaan Pendidikan. “PP itu   cantolannya adalah UU BHP dan karena UU BHP sudah dibatalkan maka   kita review kembali,” katanya.

Lebih lanjut Mendiknas menyampaikan, peraturan-peraturan baik yang di   pakai oleh perguruan tinggi negeri (PTN) atau PTN yang berubah   menjadi (Badan Hukum Milik Negara (BHMN) akan ditinjau ulang   disesuaikan dengan peraturan sebelumnya yang masih berlaku. “Kami   juga akan mengundang para rektor terutama pimpinan PT BHMN untuk   mencari solusi sebagai konsekuensi keputusan MK itu,”ujarnya.

BHP, kata Mendiknas, adalah penyempurnaan dari sebagian yang ada di   BHMN. Namun demikian, lanjut Mendiknas, pasal-pasal yang mengatur   BHMN juga terkait di Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). “Karena BHMN itu juga nyantol di   salah satu pasal di UU Sisdiknas maka tentu harus ditata lagi,”   katanya.

Perbedaan yang mendasar, lanjut Mendiknas, adalah dari sisi keuangan.   Mendiknas menyebutkan, pengelolaan keuangan dapat menggunakan   pendekatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), yang diacu oleh PTN   Non-BHMN atau Badan Layanan Umum (BLU), yang diacu oleh PTN yang   telah berstatus BLU.

Mendiknas menjelaskan, dengan pendekatan PNBP maka PTN yang menerima   pendapatan harus menyetorkan ke kas negara. Untuk memakainya, maka   harus mengajukan lagi dan mengambilnya di kas negara. “Sementara   dengan pendekatan BLU langsung dapat digunakan sendiri,” katanya.

Sisi Lain Pencabutan UU BHP

Selasa, 4 Mei 2010 | 04:38 WIB

Agus Suwignyo

Putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat amat layak diapresiasi!

Sayangnya, dasar pertimbangan putusan tersebut tidak menyangkut substansi pendanaan dalam Pasal 53 Ayat 1 UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagaimana didalilkan para pemohon judicial review.

Bertentangan dengan argumen para pemohon, Mahkamah Konstitusi (MK) berpendapat Pasal 53 Ayat 1 UU Sisdiknas, yang menjadi dasar yuridis perumusan UU Badan Hukum Pendidikan (BHP), tidak menunjukkan hilangnya kewajiban negara terhadap warga negara di bidang pendidikan.

Pasal itu juga tidak mempersulit akses masyarakat terhadap pendidikan ataupun menjadikan pendidikan mahal (Putusan MK Nomor 11-14-21- 126-136/PUU- VII/2009, hlm 399).

Menurut MK, dalam Pasal 53 Ayat 1 UU Sisdiknas, istilah ”badan hukum pendidikan” menunjuk pada fungsi penyelenggara pendidikan. Namun, dalam UU BHP, istilah tersebut diterjemahkan sebagai nama dan bentuk dari lembaga pengelola pendidikan (hlm 400).

Akibatnya, UU BHP tidak sesuai amanat UU Sisdiknas. UU BHP berpotensi menyeragamkan aneka bentuk lembaga penyelenggara pendidikan, seperti yayasan, perkumpulan, dan perserikatan.

Hal itu bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945 tentang hak berserikat dan berkumpul. Juga Pasal 31, yang tidak mengenal penyeragaman bentuk lembaga penyelenggara pendidikan.

Jadi, pertimbangan MK dalam menyatakan UU BHP tidak berkekuatan hukum mengikat adalah teknis kebahasaan. Bukan soal-soal pendanaan, hak rakyat ataupun kewajiban negara dalam pendidikan, seperti sering dikhawatirkan atas UU BHP. MK sendiri mengakui bahwa tidak semua prinsip BHP bertentangan dengan UUD 1945 (hlm 398).

Karena itu, putusan MK tidak menjamin terurainya benang kusut aneka persoalan penyelenggaraan pendidikan nasional, khususnya terkait pendanaan dan pemerataan akses.

Keindonesiaan

Meski demikian, putusan MK layak diapresiasi sebagai ajakan untuk memperbaiki hubungan warga dan negara, yang belakangan ini tercabik-cabik akibat aneka kebijakan dan praktik pendidikan yang eksklusif.

Satu hikmah krusial dari amar putusan setebal 403 halaman itu adalah pentingnya mengembalikan semangat dan platform keindonesiaan dalam aneka kebijakan pendidikan.

Dengan semangat keindonesiaan, pendidikan harus mewadahi fakta kemajemukan dalam semua aspek kehidupan masyarakat. Dalam kasus UU BHP berarti kemajemukan bentuk-bentuk lembaga penyelenggara pendidikan.

Selain itu, pendidikan sebagai hak asasi dijamin pemenuhannya oleh negara. Ini keharusan logis dari kemerdekaan politik. Negara Indonesia menggariskan pendidikan sebagai salah satu pilar utama kemerdekaan, yakni merdeka dari kebodohan, kemiskinan, dan ketertinggalan.

Sementara itu, dengan platform keindonesiaan berarti pendidikan tidak diselenggarakan demi pendidikan itu sendiri. Pendidikan Indonesia harus menumbuhkan dan menguatkan jati diri keindonesiaan pada setiap warga negara.

Artinya, atas dasar semangat kemajemukan dalam berbagai hal, dicita-citakan suatu karakter keindonesiaan yang sama. Pendidikan adalah medium untuk itu.

Pada tahun 1950-an, kegelisahan tentang semangat dan platform keindonesiaan dalam pendidikan mengerucut pada solusi filosofis: bersatu dan berdikari (berdiri di atas kaki sendiri).

Bersatu artinya negara menjamin pendidikan bagi semua warganya. Pemenuhan jaminan pendidikan oleh negara adalah keharusan konstitusional dan asasi. Dengan itu, persatuan disemaikan di antara seluruh warga dengan negara sebagai tiangnya.

Di sisi lain, melalui pendidikan, warga harus memupuk kemampuan berdikari. Pendidikan bukan hanya bertujuan menumbuhkan kemandirian individu anak didik. Pendidikan juga harus diselenggarakan dengan semangat berdikari.

Sudah seimbang

Putusan MK sudah menguraikan aspek-aspek tersebut secara seimbang.

Ditegaskan, negara (pemerintah) harus melindungi hak hidup warga, di antaranya bertanggung jawab atas pendidikan bagi warga. Namun, setiap warga negara juga harus ikut memikul tanggung jawab terhadap dirinya untuk mencapai kualitas yang diinginkan (hlm 377).

Menurut MK, misi negara Indonesia mencerdaskan kehidupan bangsa tidak identik dengan ditanggungnya seluruh biaya pendidikan oleh negara (hlm 378). Peran serta dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan harus didorong demi kemerdekaan sejati.

Di sini, MK mengingatkan bahaya etatisme di satu sisi dan filantropisme di sisi lain. MK mencegah besarnya campur tangan negara dalam penyelenggaraan pendidikan. Di sisi lain, MK juga mengkhawatirkan suburnya mentalitas ketergan- tungan dan meminta-minta.

Kualitas putusan MK terletak pada pertimbangan-pertimbangan yang seimbang hak/kewajiban warga dan negara dalam pendidikan.

Emoh rakyat vs emoh negara

Pendidikan nasional selama ini menjadi ruwet karena kita menerapkan cara pandang ekstrem yang saling meniadakan terhadap persoalan-persoalan pendidikan. Kita selalu bersikap dikotomis either yes or no, either this or that. Seolah-olah tidak ada jalan tengah.

Kementerian Pendidikan dan unsur-unsurnya sudah lama terjebak aneka kebijakan pendidikan yang emoh alias tidak berpihak kepada rakyat. UU BHP dan kebijakan ujian nasional adalah dua contoh mutakhir.

Di sisi lain, respons publik tak kalah ekstrem dengan bersikap emoh negara. Apa pun kebijakan Kementerian Pendidikan dianggap salah seutuhnya, bahkan sebelum orang benar-benar memahami isi kebijakan tersebut.

Dengan memanfaatkan momentum putusan MK, kita perlu mengubah cara pandang atas aneka persoalan pendidikan. Kita harus membiasakan perdebatan tentang pendidikan bertolak dari substansi permasalahan dengan tidak berwacana tanpa data.

Hanya dengan meletakkan hubungan warga dan negara secara proporsional, kita dapat memperbaiki pendidikan kita. Secara khusus, sebelum mengajukan usulan UU BHP yang baru, seperti dinyatakan salah satu anggota DPR, lebih baik pemerintah dan parlemen meninjau secara menyeluruh UU Sisdiknas.

Putusan MK telah mengoreksi sejumlah pasal UU Sisdiknas, khususnya menyangkut pendanaan. Sementara itu, Mahkamah Agung dalam putusan kasasi gugatan ujian nasional tahun lalu juga memerintahkan peninjauan UU Sisdiknas.

Artinya, UU Sisdiknas memang perlu ditinjau kembali secara menyeluruh. Mungkin produk hukum inilah sumber segala kekacauan kebijakan pendidikan kita selama ini.

Agus Suwignyo Pedagog FIB UGM

PEMBATALAN UU BHP

Konsep Dulu, Baru Peraturan

Senin, 3 Mei 2010 | 10:06 WIB

shutterstock

Ilustrasi: Kita tidak ingin mengulang-ulang kelemahan UU BHP yang sudah dibatalkan itu. Sebaliknya, kita ingin mencegah agar cara berpikir keliru tidak kembali terjadi dengan upaya terbitnya pengganti pasca-pembatalan UU BHP.

TERKAIT:

Oleh ST Sularto

KOMPAS.com – Pasca-pembatalan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan, (UU BHP) penyelenggaraan pendidikan tanpa payung hukum. Benarkah? Pertanyaan itu dijawab beragam reaksi. Salah satunya, Kementerian Pendidikan Nasional akan mengusulkan peraturan pengganti perundang-undangan (perppu) dan perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 sebagai pengganti.

Yang mau dilakukan ibarat membunuh lalat dengan bom. Yang mau dibereskan sebenarnya payung hukum untuk tujuh perguruan tinggi negeri badan hukum milik negara (BHMN), tetapi yang dilakukan adalah membuat payung hukum sebagai turunan UU Sisdiknas yang mencakup penyelenggaraan pendidikan yang dikelola swasta.

Pembatalan UU BHP mengakibatkan tujuh PT BHMN tidak memiliki payung hukum. Tetapi, apakah dengan demikian penyelenggaraan pendidikan (swasta) tidak punya payung hukum?

Kerancuan cara berpikir berawal dari cara melihat kehadiran yayasan. UU Yayasan dianggap tidak memenuhi syarat menyelenggarakan kegiatan pendidikan. UU BHP yang dikonsep sebagai pengesahan korporasi pendidikan bertentangan dengan maksud dasar kegiatan sosial dan kemanusiaan yayasan. Karena itu, perlu payung hukum yang bentuknya bukan UU Yayasan No 28/2004 tentang Perubahan atas UU No 16/2001 tentang Yayasan.

Sementara dalam masyarakat, setidak-tidaknya ada lima jenis pendidikan yang diselenggarakan yayasan. Kelima jenis itu meliputi (1) yang didirikan pengusaha dengan modal besar; (2) yang didirikan masyarakat untuk melayani pendidikan umum; (3) yang didirikan sejak zaman penjajahan; (4) yang didirikan sejak proklamasi kemerdekaan; dan (5) yang didirikan masyarakat murni untuk melayani masyarakat yang tidak diterima oleh negeri dan kelompok masyarakat tidak mampu. Kelima jenis itu dalam UU BHP dikelompokkan atau sebaliknya digeneralisasi dalam jenis yayasan yang pertama, yakni penyelenggara pendidikan yang didirikan kelompok modal besar dengan sasaran korporatif.

Membongkar cara berpikir

Kita tidak ingin mengulang-ulang kelemahan UU BHP yang sudah dibatalkan itu. Sebaliknya, kita ingin mencegah agar cara berpikir keliru tidak kembali terjadi dengan upaya terbitnya pengganti pasca-pembatalan UU BHP. Masih adanya yayasan-yayasan penyelenggara pendidikan swasta belum menyesuaikan diri dengan UU Yayasan tidak serta-merta berarti tidak ada payung hukum.

Pembatalan UU BHP menjadi kesempatan membongkar cara berpikir tentang penyelenggaraan pendidikan. Dari yang menempatkan kegiatan pendidikan sebagai usaha dagang menjadi sebagai sosial-kemanusiaan dengan penyederhanaan kelima jenis pendidikan swasta di atas. Saat ini sudah ratusan yayasan penyelenggara pendidikan swasta yang menyesuaikan diri dengan UU Yayasan, sebaliknya memang masih banyak yang belum, apalagi yang didirikan dengan semangat penyelenggaraan pendidikan jenis pertama.

Kondisi itu tidak serta-merta membenarkan pendapat, kegiatan pendidikan belum ada payung hukum. Dengan konsep korporatif UU BHP, benar belum ada payung hukum, tetapi untuk keempat jenis pendidikan swasta lain sudah ada payung hukum, yakni UU Yayasan.

“UU Yayasan sudah memadai menyelenggarakan kegiatan pendidikan, jangan dikutak-katik,” kata Thomas Suyatno dari Yayasan Atma Jaya, Jakarta.

Pembatalan UU BHP membuat tujuh PT BHMN tidak punya payung hukum. PP yang menjadi dasar hukum eksistensi mereka perlu diperbarui karena memang mereka disiapkan sebagai embrio perwujudan penyelenggaraan pendidikan tinggi pasca-UU BHP. Ketujuh PTN itu, diikuti persiapannya oleh PTN-PTN lain, dengan modifikasi nama Balai Layanan Umum pun tidak punya lagi payung hukum. PP yang menjadi dasar hukum mendirikan pun tidak sesuai. Perlu PP baru sesuai dengan PP tentang perguruan tinggi sebagai turunan dari UU Sisdiknas.

Tidak gegabah

Wacana ini mengajak kita tidak gegabah. Jangan sampai gampang membuat perppu, sementara peraturan apa pun, termasuk undang-undang, adalah terjemahan dan kelanjutan dari konsep.

Konsep kita adalah pendidikan itu bukan usaha bisnis. Karena itu, dalam konteks penyelenggaraan kegiatan pendidikan, yang perlu dilakukan adalah bagaimana perundangan dan peraturan yang sudah ada dijadikan payung hukum kegiatan pendidikan.

PP yang mengatur dan menjadi dasar berdirinya tujuh PTN jelas perlu diperbaiki atau diganti karena mereka perlu payung hukum dalam konteks non-UU BHP. Untuk payung hukum lembaga pendidikan swasta sebenarnya jelas, yakni UU Yayasan; sedangkan untuk penyelenggaraan pendidikan kedinasan tanpa keluar dari rel UU Sisdiknas sebagai legalisasi kegiatannya agar memperoleh payung hukum dilakukan dengan nota-nota kesepahaman kerja sama antar-kementerian.

Catatan ini tidak mendetail ke persoalan hukum yang teknis, tetapi sekadar ajakan mengubah pola pikir kita tentang penyelenggaraan pendidikan. Yang utama, mengubah cara gegabah reaktif menyikapi pembatalan UU BHP yang bisa menimbulkan guncangan, bahkan gesekan dan benturan, dengan peraturan-peraturan perundangan yang berlaku.

Ketika Kementerian Diknas mengusulkan pengganti payung hukum kegiatan pendidikan, lebih dulu perlu dibuang cara berpikir niatan UU BHP yang korporatif. Kita diajak kembali pada maksud dasar kegiatan pendidikan sebagai usaha sosial dan kemanusiaan. Dalami konsep dan baru peraturan, bukan dibalik, peraturan dulu baru konsep menyusul! Biasanya kita kuat di konsep, tetapi lemah di implementasi dan eksekusi. Kali ini konsep harus menyeluruh, strategis, sekaligus terperinci!

Kanibalisasi UU BHP

Senin, 3 Mei 2010 | 04:43 WIB

Darmaningtyas

Pemerintah, ceq Kementerian Pendidikan Nasional, sedang menyiapkan regulasi baru sektor pendidikan sebagai pengganti Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan yang dibatalkan Mahkamah Konstitusi. Adapun bentuk regulasi masih bersifat polemis: perpu, UU, atau peraturan pemerintah.

Para rektor perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi badan hukum milik negara (PT BHMN) mengusulkan peraturan itu dalam bentuk perpu yang kelak dapat disahkan menjadi UU sehingga menjadi lebih kuat. Sebaliknya, penulis mengusulkan dalam bentuk PP sebagai turunan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003.

Berdasarkan pemaparan Kementerian Pendidikan Nasional kepada sejumlah rektor PTN dan PT BHMN di Jawa (25/4/2010), apa pun bentuk peraturan yang akan diajukan ke Presiden, roh (substansi)-nya sama dengan UU Badan Hukum Pendidikan (BHP), hanya bungkus yang berganti. Rancangan regulasi ini merupakan kanibalisasi dari UU BHP yang sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itu terlihat dari kerangka (sistematika) perpu/RUU/PP yang dipaparkan.

Istilah kanibalisasi dalam tulisan ini merujuk pada Kamus Bahasa Indonesia yang disusun Em Zul Fajri dan Ratu Aprilia Senja, yaitu pembongkaran bagian-bagian (onderdil dan sebagainya) tidak untuk merusak, tetapi memperoleh bagian-bagian yang masih dapat berfungsi dan dipakai di bagian lain. Apa yang dipaparkan Kementerian Pendidikan Nasional itu jelas merupakan bentuk kanibalisasi dari UU BHP. Hanya ada perubahan redaksional saja, terutama menyangkut pengaturan keberadaan yayasan, perkumpulan, badan wakaf, atau badan hukum lain sejenis yang selama ini menyelenggarakan pendidikan.

Kanibalisasi UU BHP itu menunjukkan pemerintah tak rela atas pembatalan UU BHP oleh MK sehingga berupaya tetap menghidupkan roh (BHP) dengan jasad berbeda. Ini hanya manipulasi terminologi saja. Cara itu ditempuh pemerintah karena di satu sisi tidak mau dituduh melanggar putusan MK, di sisi lain mereka juga tidak ingin dipermalukan atas pembatalan UU BHP. Mereka sudah telanjur teken kontrak dengan Bank Dunia melalui Proyek Pengembangan Relevansi dan Efisiensi Pendidikan Tinggi untuk mewujudkan UU BHP paling lambat tahun 2010.

Kecurigaan akan terjadi kanibalisasi UU BHP sudah muncul sejak 31 Maret 2010 ketika MK memutuskan pembatalan UU BHP. Beberapa SMS yang masuk ke penulis mengingatkan jangan lengah dengan ”kemenangan” karena pemerintah pasti segera akan membuat aturan sejenis, hanya bungkusnya saja yang berbeda. Kecurigaan mereka itu sekarang terbukti di lapangan.

Menolak kanibalisasi

Mencermati pemaparan Kementerian Pendidikan Nasional mengenai draf regulasi baru bidang pendidikan pengganti UU BHP yang akan disodorkan kepada Presiden, yang ternyata berupa kanibalisasi UU BHP, maka usulan regulasi baru tersebut perlu dicermati dan sekaligus disikapi secara tegas sejak dini sebelum telanjur membuang energi yang terlalu banyak dan sia-sia saja. Para penolak UU BHP jelas menolak rencana kanibalisasi tersebut. Diharapkan, Presiden pun perlu hati-hati dalam menentukan pilihan karena kemungkinan terjadi eskalasi penolakan secara masif akan lebih besar dibandingkan dengan penolakan terhadap RUU BHP.

Menghadapi RUU BHP dulu, suara mahasiswa tidak solid karena sangat dipengaruhi oleh seniornya di parlemen. Namun, setelah ada pembatalan UU BHP oleh MK, suara mereka lebih solid sehingga upaya-upaya untuk menghidupkan kembali roh UU BHP akan dihadapi dengan gerakan yang lebih keras dan masif dibandingkan dengan penolakan terhadap RUU BHP dulu.

Mengingat yang terjadi kekosongan hukum hanya pada ketujuh PT BHMN, langkah yang paling bijak adalah mengembalikan PT BHMN menjadi PTN milik publik yang dapat diakses semua warga, yang cukup diatur dengan PP yang merupakan turunan dari UU Sisdiknas, bukan justru menghidupkan kembali roh UU BHP yang sudah dimatikan MK. Menghidupkan kembali UU BHP dengan jasad baru berpotensi menimbulkan ketegangan di masyarakat yang akhirnya membuang energi dan biaya secara sia-sia.

Pemerintah perlu menyadari kekeliruannya dan kemudian membuka ruang dialog dengan masyarakat luas untuk merumuskan regulasi baru sektor pendidikan yang dapat menjamin hak-hak warga untuk memperoleh layanan pendidikan secara baik dan biayanya terjangkau.

Kritik terbanyak terhadap PT BHMN selama ini adalah cenderung merampas hak orang miskin untuk dapat mengakses pendidikan tinggi terbaik di negeri ini akibat dari kebijakan penerimaan mahasiswa baru yang didasarkan pada besaran uang sebagai penentu diterima/tidaknya seseorang di suatu PT BHMN. Oleh sebab itu, langkah pengembalian PT BHMN menjadi PTN itu jauh lebih bijak. Bila kendala pengembangan PTN adalah keterbatasan dana dan kekakuan di dalam penggunaan anggaran negara bukan pajak, pemerintah perlu menambah anggaran khusus untuk PTN dan mengubah UU Keuangan, khususnya yang mengatur mengenai penggunaan anggaran oleh lembaga-lembaga pemerintah yang menjalankan pelayanan umum, seperti pendidikan dan kesehatan, termasuk PTN.

Tak ada salahnya perguruan tinggi yang bagus mendapat alokasi dana besar dari negara karena mereka menjalankan tugas mulia mencerdaskan kehidupan dan menyiapkan calon-calon pemimpin bangsa. Argumentasi bahwa pemerintah tidak mempunyai dana untuk membiayai pendidikan tinggi tidak sepenuhnya dapat diterima. Terbukti dalam RAPBN 2011 subsidi khusus untuk energi saja mencapai Rp 148 triliun, padahal subsidi itu terbesar dinikmati oleh golongan menengah ke atas.

Lebih baik subsidi untuk sektor energi itu dipotong dan dialihkan untuk anggaran pendidikan, termasuk PTN. Dengan menaikkan anggaran pendidikan untuk PTN, semua PTN termasuk PT BHMN yang sudah kembali ke PTN dapat menyelenggarakan pendidikan tinggi yang berkualitas internasional dan memberikan gaji tinggi kepada dosen, termasuk guru besar, tanpa harus membebani masyarakat lagi dengan uang masuk tinggi. Sungguh ironis di negeri ini, gaji seorang profesor doktor justru jauh lebih rendah daripada gaji tukang pungut (pajak).

Jadi, baik untuk membuat PTN yang bagus dan bertaraf internasional maupun otonom tidak harus mengubah PTN menjadi PT BHMN atau badan layanan umum, apalagi harus membuat UU baru, tetapi cukup dengan kemauan politik yang diimplementasikan melalui PP dan peningkatan anggaran pendidikan dari pemerintah.

Sikap pemerintah yang tetap ngotot menghidupkan roh UU BHP itu menunjukkan komitmen pemerintah bukan pada peningkatan mutu PTN dan penjaminan hak warga atas pendidikan tinggi, melainkan kesetiaan kepada Bank Dunia untuk mewujudkan UU BHP paling lambat tahun 2010 ini. Oleh karena jasad UU BHP sudah dimatikan MK, rohnyalah yang dihidupkan kembali agar tidak dipersalahkan Bank Dunia. Mengingat kesetiaan kepada Bank Dunia lebih diutamakan daripada mengabdi bagi kepentingan warga, kanibalisasi UU BHP itu harus ditolak secara dini.

Darmaningtyas Penulis Buku ”Tirani Kapital dalam Pendidikan, Menolak UU BHP” dan Pengurus Majelis Luhur Tamansiswa

UU BHP Dibatalkan

Jangan Sampai Penggantinya Merugikan

Laporan wartawan KOMPAS Ingki Rinaldi

Minggu, 2 Mei 2010 | 20:06 WIB

PADANG, KOMPAS.com – Peringatan Hari pendidikan Nasional (Hardiknas), Minggu (2/5/2010) juga dimanfaatkan untuk mengingatkan soal pembatalan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) oleh Mahkamah Konstitusi. Misalnya demonstrasi yang digelar mahasiswa di Padang.

Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Lembaga Advokasi Mahasiswa dan Pengkajian Kemasyarakatan (LAM&PK) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Minggu berdemonstrasi di depan Bundaran Kantor Pos Padang yang terletak di Jalan Bagindo Aziz Chan, Kota Padang. Demonstrasi yang dilakukan untuk memperingati Hari Pendidikan Nasional itu sekaligus juga dilakukan untuk mengkritik rencana penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang setelah dibatalkannya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) oleh Mahkamah Konstitusi.

Ketua LAM&PK Fakultas Hukum Universitas Andalas, Wendra Rona Putra menyebutkan, saat ini terjadi kekosongan hukum setelah dibatalkannya UU BHP yang mesti diantisipasi oleh semua pihak. Wendra menuturkan, pengawasan dan kritik mesti dilakukan agar pemerintah tidak lagi menelurkan produk hukum yang merugikan warganya.

Dunia Pendidikan Pascapembatalan UU BHP

Sabtu, 1 Mei 2010 | 14:06 WIB

Oleh CAHYONO AGUS

Mahkamah Konstitusi telah memutuskan pembatalan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan sesuai amar keputusan MK No. 11-14-21-126- 136/PUU-VII/2009 yang dibacakan 31 Maret 2010 lalu. Kontroversi UU BHP telah berlangsung lama. Mahasiswa dan pemangku kepentingan pendidikan yang tidak setuju terhadap UU BHP juga telah melakukan penolakannya sejak sebelum diundangkan.

Dengan segala persepsinya, banyak kekhawatiran yang muncul di kalangan internal pendidikan maupun kalayak umum, pemahaman yang menyeluruh terhadap Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) juga belum seluruhnya terjadi. Kekhawatiran terhadap mahalnya komersialisasi pendidikan, peran yayasan sebagai penyelenggara pendidikan, tanggung jawab pemerintah serta isu krusial lainnya masih selalu diperdebatkan. Hal itu pula yang dijadikan dasar gugatan dan menjadi amar keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang akhirnya membatalkan seluruh UU BHP yang telah diundangkan, tetapi belum sempat diberlakukan secara seksama.

Ketakutan masyarakat muncul karena draf awal UU BHP telah memunculkan ketentuan tentang adanya modal asing yang bisa masuk dalam bisnis pendidikan meski sebenarnya sudah tidak muncul lagi dalam UU yang diundangkan. Citra masyarakat yang telah melekat erat bahwa biaya pendidikan semakin tinggi terutama di PT BHMN karena boleh membuat skema khusus pada ujian seleksi masuk calon mahasiswa dengan keharusan membayar biaya tinggi, telah dijadikan bahan penolakan. Meskipun skema khusus ini hanya sekitar 10 persen dari jumlah mahasiswa baru, tetapi karena pemahaman yang belum menyeluruh sepenuhnya dan peran media yang kuat, isu komersialisasi pendidikan menjadi momok yang masih tetap ditakuti.

Padahal, biaya pendidikan di pendidikan anak usia dini (PAUD) semacam play group, TK terpadu dan sebagainya yang kadang bisa lebih besar dibanding biaya pendidikan di perguruan tinggi kadang malah kurang menjadi perhatian. Biaya pendidikan di PTN pun juga ikut naik. PT BHMN juga dituntut harus berkualitas dunia dan menyandang peran penting sebagai agent of change (agen perubahan) bagi pembangunan nasional UU Sisdiknas Pasal 6 Ayat 2 yang menyatakan bahwa “setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan” telah dimaknai oleh MK hanya ikut bertanggung jawab.

Pasal 41 Ayat 9 UU BHP sebenarnya hanya mensyaratkan bahwa seluruh kontribusi peserta didik dalam pendanaan pendidikan tinggi paling banyak 1/3 (sepertiga) dari biaya operasional. Selama ini, tampaknya penyelenggaraan pendidikan di banyak perguruan swasta sebagian besar masih disokong peserta didik. Pembatasan kontribusi biaya bagi peserta didik yang hanya sepertiga dan definisi biaya operasional tampaknya bagian yang belum mendapatkan kata sepakat bagi seluruh pemangku kepentingan pendidikan sehingga masih menjadi tarik ulur.

Tanpa pengaturan kontribusi peserta didik, pemerintah atau swasta bisa jadi harus sepenuhnya menanggung biaya secara keseluruhan, atau justru menggantungkan sepenuhnya kepada kontribusi peserta didik.

BHP juga diwajibkan menyediakan anggaran untuk membantu peserta didik WNI yang tidak mampu membiayai pendidikannya dalam bentuk beasiswa, bantuan biaya pendidikan, kredit mahasiswa, dan/atau pemberian pekerjaan kepada mahasiswa. Dengan adanya amar keputusan MK tentang Pembatalan UU BHP, berarti Pasal 12 Ayat (1) huruf c UU Sisdiknas tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Padahal, Pasal 46 Ayat 1 UU BHP sebenarnya telah mewajibkan BHP menjaring dan menerima WNI yang memiliki potensi akademik tinggi dan kurang mampu secara ekonomi paling sedikit 20 persen dari jumlah keseluruhan peserta didik yang baru.

Dengan demikian, dalam menetapkan kebijakan pemberian beasiswa, pemerintah hanya boleh mendasarkan pada prestasi peserta didik, tetapi tidak boleh membedakan latar belakang ekonomi orangtua peserta didik. Akibatnya, bisa jadi tidak ada jaminan peserta didik yang kurang mampu (miskin) dapat menerima beasiswa. Barangkali, anggaran yang harus disediakan untuk memberi beasiswa bagi 20 persen peserta didiknya juga sebenarnya merupakan salah satu bagian terberat dari para penyelenggara pendidikan untuk memenuhinya.

Menurut amar keputusan MK, Pasal 53 Ayat (1) UU Sisdiknas adalah konstitusional sepanjang frasa “badan hukum pendidikan” dimaknai sebagai sebutan fungsi penyelenggara pendidikan dan bukan sebagai bentuk badan hukum tertentu. Dengan demikian, UU Nomor 9 Tahun 2009 tentang BHP menjadi tidak berlaku sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Menurut versi Kementerian Pendidikan Nasional, penyelenggaraan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi oleh masyarakat melalui yayasan berdasarkan UU No 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, yang semula akan disesuaikan tata kelolanya sebagai BHP Masyarakat (BHPM) berdasarkan UU BHP, menjadi tidak jelas bentuk badan hukum yang harus digunakan untuk menyelenggarakan pendidikannya. Ketidakjelasan bentuk badan hukum bagi penyelenggaraan pendidikan oleh masyarakat ini disebabkan yayasan tidak boleh secara langsung menyelenggarakan pendidikan, melainkan harus dilakukan dengan membentuk badan usaha.

Padahal, penyelenggara pendidikan melalui badan usaha bertujuan mencari laba, bertentangan dengan prinsip nirlaba dalam pendidikan. Hingga saat ini diperkirakan ribuan yayasan penyelenggara pendidikan belum menyesuaikan pada UU Yayasan sehingga harus bubar dan dilikuidasi kekayaannya. Proses pembelajaran dan ijazah yang diterbitkan sekolah atau perguruan tinggi yang tidak berbadan hukum menjadi ilegal. Semula penyelesaian masalah ini akan dilakukan dengan mengakui yayasan tersebut sebagai BHP Penyelenggara berdasarkan UU BHP tanpa mengubah bentuk badan hukum yayasan atau tetap berbentuk yayasan.

Pemerintah harus segera menyelesaikan masalah yayasan dan tujuh PT BHMN serta pendidikan kedinasan agar tidak terdapat kekosongan hukum tentang pengaturan tata kelola perguruan tinggi. Bagaimanapun, ada atau tidak ada UU BHP, pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan pendidikan harus tetap berkomitmen meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Cahyono Agus Dosen Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta

Rintisan Sekolah Berbasis Internasional (RSBI)

Penggunaan Dana RSBI Kurang Transparan

Rabu, 2 Juni 2010 | 11:37 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Sejumlah sekolah berstatus rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) kurang transparan dalam penggunaan dana. Orangtua murid berhak mengetahui tentang anggaran sekolah sesuai dengan Undang-Undang 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Keluhan soal kurang transparannya penggunaan dana RSBI di sejumlah sekolah kerap diadukan orangtua siswa ke Indonesia Corruption Watch (ICW). Mahalnya biaya masuk RSBI juga sering dikeluhkan orangtua.

Peneliti ICW, Febri Hendri, Selasa (1/6/2010) kemarin di Jakarta, mengatakan, RSBI mendapat kucuran dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), APBD, dan juga memungut dana dari orangtua siswa.

”Untuk menghindari tudingan negatif, semestinya RSBI bersikap transparan,” kata Febri.

Koordinator Monitoring Pelayanan Publik ICW Ade Irawan mengatakan, pengawasan terhadap pungutan RSBI harus diperketat, terutama menjelang penerimaan siswa baru. Jangan sampai status RSBI menjadi dalih untuk melakukan komersialisasi pendidikan.

Pengacara publik, David Tobing, mengingatkan, sekolah bisa terkena sanksi pidana jika melakukan pungutan dari orangtua padahal mereka sudah menerima subsidi dari pemerintah.

Libatkan daerah

Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional Suyanto mengatakan, mahalnya biaya di RSBI bisa dimaklumi karena standar RSBI di atas standar nasional dari segi sarana dan prasarana pembelajaran.

”Mahal dalam tanda petik untuk peningkatan kualitas,” kata Suyanto, seusai rapat gabungan di Komisi X DPR.

Di Bandung, Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal mengatakan, dasar pungutan yang dilakukan RSBI hingga saat ini masih beragam. Ada yang berdasarkan surat keputusan wali kota atau bupati, tetapi ada juga yang hanya berdasarkan surat keputusan kepala sekolah setelah mendapat persetujuan komite sekolah.

”Semestinya, ada dasar hukum yang kuat, misalnya dalam bentuk peraturan daerah,” kata Fasli Jalal.

Di Surabaya, Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya Sahudi mengatakan, siswa dari keluarga tidak mampu bisa masuk RSBI asalkan lolos tes beberapa mata pelajaran dengan nilai minimal 8,5. Pemerintah kota juga akan memberikan subsidi.

Ketua Dewan Pendidikan Jatim Zainuddin Maliki mengatakan, harus dipertimbangkan jika siswa miskin masuk RSBI maka akan terlihat pamer kekayaan dari sejumlah siswa kaya. Sebab nyatanya, RSBI memang sekolah elitis untuk keluarga kaya. (LUK/INA/CHE)

Di download pada tanggal 05/06/2010 http://edukasi.kompas.com/read/2010/06/02/11371262/Penggunaan.Dana.RSBI.Kurang.Transparan

Evaluasi UN

Faktor Nonteknis Mulai Dikaji

Rabu, 2 Juni 2010 | 16:15 WIB

RADITYA HELABUMI/KOMPAS IMAGES

Ilustrasi: Selain kajian faktor nonteknis, Dinas Pendidikan juga akan melakukan evaluasi pembelajaran dan keaktifan guru saat memberikan materi pelajaran serta sarana prasarana yang tersedia di sekolah.

TERKAIT:

YOGYAKARTA, KOMPAS.com – Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta akan melakukan kajian terhadap faktor-faktor nonteknis penyebab rendahnya angka kelulusan peserta ujian nasional (UN) ulangan di jenjang SMA/sederajat.

Kami akan melakukan koordinasi dengan sekolah terkait faktor-faktor nonteknis, misalnya kerisauan sekolah dan siswa.

— Budi Ashrori

“Kami akan melakukan koordinasi dengan sekolah, terkait faktor-faktor nonteknis, misalnya kerisauan sekolah dan siswa sehingga mempengaruhi hasil UN ulangan,” kata Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Budi Ashrori di Yogyakarta, Rabu (2/6/2010).

Menurut dia, gangguan nonteknis yang dapat mengakibatkan rendahnya angka ketidaklulusan siswa dalam UN ulangan di antaranya adalah isu-isu yang tidak dapat dipercaya seperti kunci jawaban palsu atau siswa yang kurang percaya dengan kemampuan dirinya saat mengerjakan soal ujian. Gangguan nonteknis itu kemungkinan menjadi salah satu penyebab rendahnya angka kelulusan siswa dari UN ulangan, namun bukan menjadi satu-satunya penyebab.

“Jadi, sampai saat ini kami belum dapat menyimpulkan secara pasti penyebab rendahnya angka kelulusan siswa saat UN ulangan,” katanya.

Selain melakukan kajian tentang faktor non teknis, Dinas Pendidikan juga akan melakukan evaluasi terkait pembelajaran dan keaktifan guru saat memberikan materi pelajaran serta sarana prasarana yang tersedia di sekolah.

OPINI

Kasta dan ISO di Sekolah

Rabu, 2 Juni 2010 | 09:12 WIB

shutterstock

Ilustrasi

TERKAIT:

Oleh DARMANINGTYAS*

KOMPAS.com – Kementerian Pendidikan Nasional telah keliru dengan kebijakannya mengembangkan rintisan sekolah bertaraf internasional dan sekolah bertaraf internasional, serta membuat standar tunggal manajemen pengelolaan sekolah dengan sertifikasi ISO 9001:2000.

Kebijakan itu tanpa disadari telah menciptakan kasta bagi sekolah: sekolah bertaraf internasional (SBI), rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI), sekolah kategori mandiri, sekolah standar nasional, sekolah reguler, dan sekolah pinggiran. Itu di luar sekolah internasional yang mulai merambah kota provinsi dan dimasuki anak asli Indonesia.

Cikal bakal kasta sekolah terjadi pada masa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wardiman Djojonegoro (1993-1998). Dia membentuk sekolah unggulan dengan maksud mengeliminasi sebutan sekolah favorit. Banyak sekolah yang dikenal masyarakat sebagai sekolah favorit tak masuk kategori sekolah unggulan sebab proses menjadinya melalui penunjukan di setiap provinsi.

Aspek politis (mempromosikan sekolah bersangkutan) tak dapat terelakkan. Banyak sekolah yang nyata-nyata unggul tak ditunjuk sebagai sekolah unggulan, sebaliknya yang disebut sekolah unggulan belum tentu unggul. Istilah sekolah favorit sendiri berasal dari masyarakat, yang secara obyektif kontinu mengamati alumni suatu sekolah. Lulusan SD favorit diterima di SMP favorit. Lulusan SMP favorit masuk SMA favorit. Lulusan SMA favorit lolos ke perguruan tinggi negeri favorit.

Terencana

Sekolah unggulan lahir secara terencana. Pembentukannya disertai penggelontoran dana dari pemerintah. Keberadaan sekolah unggulan lalu dilegitimasi menjadi RSBI dan SBI setelah pergantian UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional ke UU No 20/2003. Pasal 50 Ayat 3: ”Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan jadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional”.

Pasal ini sebetulnya tak mengikat. Tak ada kata ”wajib”. Daerah tak dapat dikenai sanksi. Karena program ini datang dari pemerintah pusat dan setiap daerah bangga dengan SBI: daerah berlomba mengembangkan SBI sebanyak-banyaknya. Lagi pula, di balik pembentukan RSBI dan SBI itu ada dana ratusan juta rupiah.

Soal yang timbul dari RSBI dan SBI: selain beroleh dana ratusan juta rupiah, ia juga diberi kebebasan memungut biaya dari murid tanpa ada batasan dari pemerintah. Sekolah berlabel SBI atau RSBI jadi amat mahal. Untuk masuk SD RSBI, selain harus tes, seseorang membayar jutaan rupiah. Ironisnya, masyarakat terbuai dengan sebutan itu: meski mahal, sekolah itu diburu.

Pada sekolah negeri lain, kucuran dana terbatas. Bagi sekolah swasta, gelontoran dana adalah mustahil. Inilah genesis ketidakadilan antara RSBI atau SBI dan sekolah lain. Dalih pengelola RSBI: biaya yang mahal adalah untuk memenuhi fasilitas demi menuju SBI. Dalih pengelola SBI: biaya yang mahal dipakai demi mencapai standar internasional.

Maka, sekolah yang dulu disebut favorit tak lagi bisa diakses golongan miskin. Ia jadi sangat elitis. Anak miskin meski pintar terpaksa harus belajar di sekolah pinggiran karena biayanya terjangkau. Pemerintah tanpa sadar menciptakan lebih dari satu sistem pendidikan nasional: SBI, RSBI, dan sekolah lain. Ini bertentangan dengan UUD 1945 yang menyatakan bahwa pemerintah menciptakan satu sistem pendidikan nasional.

Dampak buruk RSBI dan SBI: ia membentuk kultur tersendiri lewat pemakaian bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar beberapa pelajaran. Sebagai upaya meningkatkan kemampuan, berbahasa Inggris selama jam pelajarannya di sekolah tentu tidak salah. Namun, bila bahasa Inggris menjadi bahasa pengantar di sekolah menggantikan bahasa Indonesia, itu mengingkari Sumpah Pemuda dan melanggar UUD 1945 yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.

Sertifikasi ISO

Kementerian Pendidikan Nasional juga mendorong sekolah dan kampus memiliki sertifikasi ISO 9001:2000 sebagai wujud standardisasi manajemen sekolah dan kampus. Kebijakan mendorong peningkatan manajemen sekolah adalah baik, tetapi tak harus dicapai dalam bentuk sertifikasi ISO 9001:2000 yang sarat kapital. Demi sertifikasi ISO 9001:2000 diperlukan puluhan juta rupiah (mulai dari persiapan hingga mendapatkan sertifikat). Ujung-ujungnya, beban biaya sertifikasi ISO harus dipikul murid atau mahasiswa.

Sebagai sebuah sistem manajemen mutu, ISO 9001:2000 mendefinisikan ”mutu” dalam nalar industri, yakni untuk kepuasan pelanggan. Hal ini tentu tidak sesuai dengan hakikat mutu dalam terminologi pendidikan, yang lebih substansial dan kultural. Mutu dalam pendidikan berbicara mengenai pembentukan karakter, pemahaman akan kehidupan, relasi sosial, dan pandangan dunia anak didik.

Isonisasi sekolah telah menjebak pengelolaan pendidikan pada persoalan manajerial belaka, seakan-akan persoalan pendidikan di Indonesia adalah masalah manajemen pengelolaannya. Padahal, jelas, dalam pendidikan, manajemen itu hanya sarana untuk mencapai mutu, bukan sebagai tujuan utama. Sungguh naif bila sebagai sarana kemudian dijadikan tujuan dan diproyekkan.

Oleh sebab itu, sama halnya dengan program RSBI-SBI yang perlu dihentikan, program isonisasi sekolah pun perlu dihentikan. Pengelolaan sekolah perlu berbasis budaya, dana pemerintah yang besar lebih baik diarahkan untuk peningkatan fasilitas pendidikan dan kesejahteraan guru daripada untuk membeli sertifikat ISO guna standardisasi manajemen.

Darmaningtyas Anggota Pengurus Majelis Luhur Tamansiswa, Yogyakarta

Perppu Pengganti UU BHP Ditentang

Laporan wartawan KOMPAS.com Hindra Liauw

Selasa, 1 Juni 2010 | 16:03 WIB

shutterstock

Ilustrasi: Kita tidak ingin mengulang-ulang kelemahan UU BHP yang sudah dibatalkan itu. Sebaliknya, kita ingin mencegah agar cara berpikir keliru tidak kembali terjadi dengan upaya terbitnya pengganti pasca-pembatalan UU BHP.

TERKAIT:

JAKARTA, KOMPAS.com — Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) mengenai Tata Kelola Satuan Pendidikan Tinggi yang dirancang oleh Kementerian Pendidikan Nasional guna menggantikan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) menuai kritik. Pasalnya, Perppu tersebut dinilai merupakan baju baru UU BHP yang dibatalkan seluruhnya oleh Mahkamah Konstitusi pada Maret silam.

“Perppu tersebut membuat lembaga pendidikan seperti lembaga bisnis,” ujar pakar pendidikan Prof Dr HAR Tilaar pada diskusi bertajuk Nasib Pendidikan Indonesia Pascapencabutan UU BHP, Selasa (1/6/2010) di Jakarta.

Tilaar, misalnya, menyoroti Pasal 15 Perppu tersebut yang di sana tertulis bahwa satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan pemerintah dengan menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum (BLU) yang dapat melakukan investasi jangka panjang dalam bentuk penyertaan modal, pemilikan obligasi jangka panjang, atau investasi langsung dengan mendirikan badan usaha berbadan hukum.

Sebaliknya, Tilaar meminta pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah tentang kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan dan otonomi pengelolaan lembaga sesuai yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. “Selain itu, tingkatkan anggaran penguruan tinggi di Indonesia. Anggaran perguruan tinggi di Indonesia merupakan yang terendah di antara negara-negara di Asia Tenggara,” ujar Tilaar tanpa merinci angka-angkanya.

MATERI KULIAH METODE PENELITIAN

by Nanang Kohar, SH

E-mail: nanangkohar_ckg@yahoo.co.id

update: 04/06/2010

Sebelum melakukan penelitian, sebaiknya peneliti memahami teori-teori yang ada dalam setiap penelitian. Walapun teknisnya dalam tiap-tiap universitas atau lembaga berbeda-beda dalam membuat laporan penelitiannya. Berikut ulasan dari saya:

Kebenaran Ilmiah  dapat diterima, bila:

  1. Adanya Koherensi “Konsisten dengan pernyataan  sebelumnya yang dianggap benar”
  2. Adanya Korespondensi “berhubungan/ mempunyai objek  yang dituju oleh pernyataan tersebut”
  3. Pragmatisme “mempunyai sifat fungsional  dalam kehidupan sehari-hari”

Tiga Syarat Karya Ilmiah

₤ Isi kajian berada pada lingkup  pengetahuan ilmiah

₤ Langkah pengerjaan dijiwai atau menggunakan metode dan cara berpikir ilmiah

₤ Penulisan atau  laporan , bentuk  tampilannya sesuai dan telah memenuhi persyaratan sebagai satu sosok tulisan ilmiah

Sifat seorang peneliti

₤ Skeptik “tidak serta merta menerima informasi dan  pendapat  orang lain  sebelum dikaji”

₤ Objektif “berpegang pada kebenaran yang ada, netral, jujur, dan tidak dibuat-buat”

₤ Sistematik “terencana, memiliki tujuan  yang jelas, prosedur dan langkah-langkah kerja.

OUTLINE

Point-point yang mesti ada !

Judul Penelitian: (ditentukan sendiri)
Abstraksi (ditentukan sendiri)Tidak ada persamaan persepsi mengenai bentuk abstraksi, tapi pada umumnnya ada yang berupa satu paragraph dengan maksimal 500 karakter dan ada juga beberapa paragraph dengan maksimal 200 karakter.

Abstrak berisi judul penelitian, rumusan masalah dan jawaban penelitian dalam bentuk kesimpulan.

Kata Pengantar (ditentukan sendiri)
Daftar Isi (ditentukan sendiri)
BAB IPendahuluan A. Latar Belakang (berisi Hipotesis yang ditentukan sendiri) 1.

2.

3.

4.

5.

Ect.

Pengertian Hipotesis:

  1. Merupakan jawaban sementara dari masalah-masalah penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris. (Nazir, 1988)
  2. Suatu jawaban bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. (Arikunto, 1998)
  3. Pernyataan sementara yang bersifat terkaan dari hubungan antara dua atau lebih variable.

Jenis Hipotesis:

Kegunaan hipotesis penelitian :

  1. Memberikan batasan atau membatasi luas lingkup penelitian dan pembahasan
  2. Mengarahkan peneliti berkenaan dengan kondisi fakta dan hubungan antarfakta.
  3. Sebagai alat untuk memfokuskan data.
  4. Sebagai panduan dalam menguji atau menyesuaikan fakta
  5. Menentukan jenis data dan cara pengumpulan data
  6. Merupakan kerangka pelaporan kesimpulan hasil penelitian.
B. 1. PermasalahanContoh: Dalam bentuk wacana

Iklan yang sensual masih membawa pengaruh terhadap perilaku konsumen, peranan pemerintah dalam menentukan regulasi yang lebih rendah dengan memberikan informasi kepada perusahaan periklanan serta batasan-batasanya masih belum jelas.

(Identifikasi Masalah) Dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan-permasalahan yang muncul diantaranya adalah sebagai berikut:

1)      Iklan yang sensual seperti apa yang dilarang dalam penayangannya ?

2)      Bagaimanakah pengaruh iklan sensual terhadap perilaku konsumen ?

3)      Apakah ada regulasi tentang pengaturan iklan sensual ?

4)      Bagaimanakah peranan pemerintah dalam menentukan regulasi iklan sensual ?

5)      Bagaimanakah batasan-batasan iklan yang sensual ?

6)      Iklan seperti apa yang efektif dan efisien ?

7)      Apakah dampak iklan dari sisi pemasar, produsen dan konsumen ?

8)      Apakah dampak iklan sensual dari sisi pemasar, produsen dan konsumen ?

9)      Bagaimana Perspektif Budaya terhadap Iklan Sensual ?

10)  Bagaimana Perspektif Agama terhadap Iklan Sensual ?

11)  Bagaimana Perspektif Hukum terhadap Iklan Sensual ?

12)  Bagaimana Strategi Periklanan Pada masa krisis ekonomi ?

13)  Bagaimana Strategi Periklanan Pada masa perbaikan ekonomi ?

Batasan masalah

Agar penelitian dan pembahasan penelitian dapat dilakukan lebih cermat, permasalahan penelitian dibatasi pada butir 7, 8, 9, 10, dan ke 10 identifikasi masalah di atas, yaitu:

1.  Perspektif Budaya terhadap Iklan Sensual.

2.  Perspektif Agama terhadap Iklan Sensual.

3.  Perspektif Hukum terhadap Iklan Sensual.

4.  Strategi Periklanan Pada masa krisis ekonomi.

5.  Strategi Periklanan Pada masa perbaikan ekonomi.

Dasar yang dapat dijadikan pertimbangan untuk pemilihan permasalah penelitian  atau karya tulis ilmiah antara lain:

  1. Apabila masalah jika dibahas memiliki kegunaan
  2. Masalah tersebut memiliki nilai pembaruan dalam arti belum dibahas orang lain, baik dari sudut pandang atau metode
  3. Masalah tersebut menarik bagi penulis
  4. Masalah tersebut tidak mengalami kesulitan untuk mendapatkan bahan-bahan bacaan atau referensi yang dibutuhkan serta pelaksanaan penelitiannya.

Identifikasi masalah penelitian berupa memperlihatkan berbagai kemungkinan masalah yang muncul dan yang dapat diteliti dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan.

Batasan masalah penelitian berupa penetapan lingkup permasalahan dari berbagai masalah yang teridentifikasi sesuai dengan tujuan penelitian dalam bentuk pernyataan.

B. 2. Pertanyaan Penelitian/ Perumusan masalah (ditentukan sendiri)Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan batasan masalah diatas, perumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Bagaimana Perspektif Budaya terhadap Iklan Sensual ?
    1. Bagaimana Perspektif Agama terhadap Iklan Sensual ?
    2. Bagaimana Perspektif Hukum terhadap Iklan Sensual ?
    3. Bagaimana Strategi Periklanan Pada masa krisis ekonomi ?
    4. Bagaimana Strategi Periklanan Pada masa perbaikan ekonomi ?

Ciri-ciri Perumusan masalah:

  1. permasalahan dirumuskan dalam bentuk pertanyaan.
  2. Perumusan masalah harus jelas dan padat, disajikan sesingkat mungkin.
  3. Rumusan harus berisi implikasi atau mencerminkan pemecahan masalah.
  4. Rumusan merupakan dasar dalam pembuatan hipotesis, apabila penelitian tersebut menggunakan hipotesis.
  5. Perumusan masalah menjadi dasar bagi judul penelitian.
C. 1. Tujuan Penelitian (ditentukan sendiri)1. Untuk mengetahui …

2. Untuk mendapatkan …

3. Untuk memberikan sumbangan pemikiran …

4. Untuk menambah wawasan dalam …

5. Untuk mengetahui …

Tujuan penelitian berupa penjelasan jawaban atas pertanyaan atau masalah-masalah pokok yang diajukan dalam perumusan masalah, di awali dengan istilah untuk mengetahui …; untuk mendapatkan…; untuk memberikan sumbangan pemikiran…dll

C. 2. Manfaat/ Kegunaan Penelitian (ditentukan sendiri) 1. Mengetahui …

2.

3.

Manfaat penelitian berupa argumentasi tentang pentingnya penelitian atau pengkajian dalam bentuk mengetahui

D. Kerangka Konseptual (ditentukan sendiri) 1. Perilaku Konsumen adalah …

2. Konsumen adalah …

3. ect.

Kerangka Koseptual berupa istilah-istilah yang memerlukan pengertian dari yang belum atau sudah baku.

E. Metode Penelitian (sesuai kebutuhan)
E. 1. Jenis Penelitian (ditentukan sendiri)1.

2.

Jenis-jenis penelitian secara umum

Ω Historis (Historical Reseach) “rekonstruksi masa lampau”

Secara umum dapat dimengerti bahwa penelitian historis merupakan penelaahan serta sumber-sumber lain yang berisi informasi mengenai masa lampau dan dilaksanakan secara sistematis. Atau dapat dengan kata lain yaitu penelitian yang bertugas mendeskripsikan gejala, tetapi bukan yang terjadi pada waktu penelitian dilakukan. Penelitian historis di dalam pendidikan merupakan penelitian yang sangat penting atas dasar beberapa alasan. Penelitian historis bermaksud membuat rekontruksi masa latihan secara sistematis dan objektif, dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, mengverifikasikan serta mensintesiskan bukti-bukti untuk mendukung bukti-bukti untuk mendukung fakta memperoleh kesimpulan yang kuat. Dimana terdapat hubungan yang benar-benar utuh antara manusia, peristiwa, waktu, dan tempat secara kronologis dengan tidak memandang sepotong-sepotong objek-objek yang diobservasi.

Menurut Jack. R. Fraenkel & Norman E. Wallen, 1990 : 411 dalam Yatim Riyanto, 1996: 22 dalam Nurul Zuriah, 2005: 51 penelitian sejarah adalah penelitian yang secara eksklusif memfokuskan kepada masa lalu. Penelitian ini mencoba merenkonstruksi apa yang terjadi pada masa yang lalu selengkap dan seakurat mungkin, dan biasanya menjelaskan mengapa hal itu terjadi. Dalam mencari data dilakukan secara sistematis agar mampu menggambarkan, menjelaskan, dan memahami kegiatan atau peristiwa yang terjadi beberapa waktu lalu. Sementara menurut Donald Ary dkk (1980) dalam Yatim Riyanto (1996: 22) dalam Nurul Zuriah , 2005: 51 juga menyatakan bahwa penelitian historis adalah untuk menetapkan fakta dan mencapai simpulan mengenai hal-hal yang telah lalu, yang dilakukan secara sistematis dan objektif oleh ahli sejarah dalam mencari, mengvaluasi dan menafsirkan bukti-bukti untuk mempelajari masalah baru tersebut.

Berdasarkan pendangan yang disampaikan oleh para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian penelitian sejarah mengandung beberapa unsur pokok, yaitu

  • Adanya proses pengkajian peristiwa atau kejadian masa lalu (berorientasi pada masa lalu);
  • Usaha dilakukan secara sistematis dan objektif;
  • Merupakan serentetan gambaran masa lalu yang integrative anatar manusia, peristiwa, ruang dan waktu;
  • Dilakukan secara interktif dengan gagasan, gerakan dan intuiasi yang hidup pada zamannya (tidak dapat dilakukan secara parsial).

Tujuan Penelitian Historis

Adapun yang menjadi tujuan penelitian sejarah atau historis adalah untuk memahami masa lalu, dan mencoba memahami masa kini atas dasar persitiwa atau perkembangan di masa lampau (Jhon W. Best, 1977 dalam Yatim Riyanto, 1996: 23 dalam Nurul Zuriah 2005: 52).
Sedangkan Donal Ary (1980) dalam Yatim Riyanto (1996: 23) dalam Nurul Zuriah (2005: 52) menyatakan bahwa penelitian historis untuk memperkaya pengetahuan peneliti tentang bagaiman dan mengapa suatu kejadian masa lalu dapat terjadi serta proses bagaimana masa lalu itu menjadi masa kini, pada akhirnya, diharapkan meningkatnya pemahaman tentang kejadian masa kini serta memperolehnya dasar yang lebih rasional untuk melakukan pilihan-pilihan di masa kini.

Berikutnya Jack R. Fraenkel dan Norman E. Wellen (1990) dalam Yatim Riyanto (1996: 23) dalam Nurul Zuriah (2005: 52) menyetakan bahwa para peneliti pendidikan sejarah melakukukan penelitian sejarah dengan tujuan untuk :

  • Membuat orang menyadari apa yang terjadi pada masa lalu sehingga mereka mungkin mempelajari dari kegagalan dan keberhasilan masa lampau;
  • Mempelajari bagaiman sesuatu telah dilakukan pada masa lalu, untuk melihat jika mereka dapat mengaplikasikan maslahnya pada masa sekarang;
  • Membantu memprediksi sesuatu yang akan terjadi pada masa mendatang;
  • Membantu menguji hipotesis yang berkenaan dengan hubungan atau kecendrungan. Misalnya pada awal tahun 1990, mayoritas guru-guru wanita datang dari kelas menengah ke atas, tetapi guru laki-laki tidak;
  • Memahami praktik dan politik pendidikan sekarang secara lebih lengkap.

Dengan demikian, tujuan penelitian sejarah tidak ldapat dilepaskan dengan kepentingan masa kini dan masa mendatang.

Sumber-Sumber Data dalam Penelitian Historis

Oleh karena objek penelitian sejarah adalah peristiwa atau kehidupan masyarakat pada masa lampau maka yang menjadi sumber informasi harus mempunyai karakteristik yang berbeda dengan metode penelitian lainnya. Beberapa sumber tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.
Sumber-sumber primer, yaitu data yang diperoleh dari cerita para pelaku perisriwa itu sendiri, dan atau saksi mata yang mengalami atau mengetahui peristiwa tersebut. Contoh sumber-sumber primer lainnya yang sering menjadi perhatian perhatian para peneliti di lapangan atau situs di anataranya seperti, dokumen asli, relief dan benda-benda peninggalan masyarakat zaman lampu.

Sumber informasi sekunder, yaitu informasi yang diperoleh dari sumber lain yang mungkin tidak berhubungan langsung dengan peristiwa tersebut. Sumber sekunder ini dapat berupa para ahli yang mendalami atau mengetahui peristiwa yang dibahas dan dari buku atau catatan yang berkaitan dengan peristiwa, buku sejarah, artikel dalam ensiklopedia, dan review penelitian.Dari adanya sumber primer dan sekunder ini, sebaiknya peneliti apabila mungkin lebih memberikan bobot sumber-sumber data primer lebih dahulu, baru kemudian data sekunder, data tersier, dan seterusnya.

Langkah-Langkah Dalam Penelitian Historis
Menurut M. Subana dkk. 2005: 88, adapun kerangka penelitiannya yaitu

  • Pendefinisian Masalah
  • Perumusan masalah
  • Pengumpulan data
  • Analisis data
  • Kesimpulan

Sebagai contoh :
Judul :
Penelurusan komunisme di Indonesia Tahun 1945 hingga tahun 1965.
Perumusan masalah :
Apakah komunisme yang ada di masyarakat Indonesia merupakan warisan penjajah atau kebudayaan asli ?
Pengumpulan data :
Analisis dokumen, wawancara
Dari sumber primer dan sumber sekunder
Analisis data :
Cenderung melibatkan analisis yang logis, bukan analisis statistika, kalau pun perlu statistika hanya sebatas statistic deskriptif.
Kesimpulan :
Misalnya, tidak benar bahwa komunisme merupakan budaya warisan penjajah yang menular pada bangsa kita.

Sedangkan menurut Yatim Riyanto (1996: 23) dalam Nurul Zuriah (2005: 53) ada 4 (empat) langkah esensial dalam penelitian sejarah, yaitu sebagai berikut :

Merumuskan Masalah
Dalam merumuskan masalah historis terdapat beberapa persyaratan sebagaimana dalam penelitian yang lain, yaitu
Seharusnya dinyatakan secara jelas dan ringkas

  • Manageable, dan
  • Memiliki rasional yang kuat.
  • Menemukan Sumber Informasi sejarah yang Relevan

Secara umum sumber informasi yang relevan dalam penenlitian sejarah dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) bagian berikut ini.

Dokumen
Dokumen, yaitu materi yang tertulis atau tercetak dalam bentuk buku, majalah, Koran, buku catatan, dan sebagainya. Dokumen merujuk pada beberapa jenis informasi yang eksis ke dalam bentuk tertulis atau cetak.

Rekaman yang Bersifat Numerik
Rekaman yang bersifat numeric, yaitu rekaman yang di dalamnya terdapat bentuk-bentuk data numerik, mislanya skor tes, laporan sensus, dan sebagainya.

Pernyataan Lisan
Pernyataan lisan, yaitu melakukan interview dengan orang yang merupakan saksi saat peristiwa lalu terjadi. Ini merupakan bentuk khusus dari penelitian sejarah yang disebut oral history.

Relief
Relief, yaitu objek fisik atau karakteristik visual yang memberikan beberapa informasi tentang peristiwa masa lalu. Contohnya berupa bangunan monument, peralatan, pakaian dan sebagainya.

Meringkas Informasi yang Diperoleh dari Sumber Historis
Langkah ini merupakan proses me-review dan meringkas dari sumber informasi sejarah. Dalam hal ini peneliti berusaha untuk menentukan relevansi materi utama dengan pertanyaan atau masalah yang diteliti, yang dapat dilakukan dengan rekaman data biografi yang lengkap dari sumber, mengorganisasikan data berdasarkan kategori yang dihubungkan dengan masalah yang diteliti, dan meringkas informasi yang berhubungan fakta, jumlah, dan pertanyaan yang penting).

Mengevaluasi Sumber Sejarah
Dalam langkah ini peneliti sejarah harus mengadopsi sikap kritis ke arah beberapa atau seluruh sumber informasi. Dalam mengevaluasi sumber sejarah yang merupakan dokumen atau informasi. Dalam mengevaluasi sumber sejarah terdapat dua kritik yaitu

Kritik eksternal
Hal ini berguna untuk menetapkan keaslian atau auntentisitas data, dilakukan kritik eksternal. Apakah fakta peninggalan ata dokumen itu merupakan yang sebenarnya, bukan palsu. Berbagai tes dapat dipergunakan untuk menguji keaslian tersebut. Mislanya untuk menetapkan umumr dokumen melibatkan tanda tangan, tulisan tangan, kertas, cat, bentuk huruf, penggunaan bahasa, dan lain-lain.

Kritik Internal
Setelah dilakukan suatu dokumen diuji melalui kritik eksternal, berikutnya dilakukan kritik internal. Walaupun dokumen itu asli, tetapi apakah mengukapkan gambaran yang benar? Bagaiaman mengenai penulis dan penciptanya? Apakah ia jujur, adil dan benar-benar memahami faktanya, dan banyak lagi pertanyaan yang bisa muncul seperti diatas. Sejarahwan harus benar-benar yakin bahwa datanya antentik dan kaurat. Hanya jika datanya autentik dan akuratlah sejarawan bisa memandang data tersebut sebagai bukti sejarah yang sangat berharga untuk ditelaah secara serius.

Hipotesis Dan Generalisasi Dalam Penelitian Sejarah
Dalam penelitian sejarah dapat juga diajukan hipotesis, meskipun hipotesis tersebut tidak selalu dinyatakan secara eksplisit. Biasanya sejarawan menyimpulkan bukti-buktidan secara cermat menilai kepercayaannya. Jika buktinya ternyata cocok dengan hipotesisnya maka hipotesis tersebut teruji.

Penulisan Laporan Penelitian Sejarah
Proses dalam penelitian laporan penelitian sejarah membutuhkan kreativitas, imajinasi kuat, dan multirasio. Laporan tersebut hendaknya ditulis dengan gaya penulisan yang baik dan objektif. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan laporan tersebut dibuat dengan biasa-biasa saja, dan supaya tidak menonton diberi warna pada pernyataannya, yang penting jangan smapai hilang keasliannya. Mengenai format penulisan laporan tidak ada format yang baku, hal ini dapat disesuaikan dengan kepentingan atau persyaratan institusi tertentu.

Ω Deskriptif (Descriptive Reseach) “Status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu kelas peristiwa pada masa sekarang”

Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya ( Best,1982:119). Penelitian ini juga sering disebut noneksperimen, karena pada penelitian ini penelitian tidak melakukan kontrol dan manipulasi variabel penelitian. Dengan metode deskriptif, penelitian memungkinkan untuk melakukan hubungan antar variabel, menguji hipotesis, mengembangkan generalisasi, dan mengembangkan teori yang memiliki validitas universal (west, 1982). Di samping itu, penelitian deskriptif juga merupakan penelitian, dimana pengumpulan data untuk mengetes pertanyaan penelitian atau hipotesis yang berkaitan dengan keadan dan kejadian sekarang. Mereka melaporkan keadaan objek atau subjek yang diteliti sesuai dengan apa adanya.

Penelitian deskriptif pada umumnya dilakukan dengan tujuan utama, yaitu menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek dan sobjek yang diteliti secara tepat. Dalam perkembangan akhir-akhir ini, metode penelitian deskriptif juga banyak di lakukan oleh para penelitian karena dua alasan. Pertama, dari pengamatan empiris didapat bahwa sebagian besar laporan penelitian di lakukan dalam bentuk deskriptif. Kedua, metode deskriptif sangat berguna untuk mendapatkan variasi permasalahan yang berkaitan dengan bidang pendidikan maupun tingkah laku manusia.

Disamping kedua alasan seperti tersebut di atas, penelitian deskriptif pada umumnya menarik para peneliti muda, karena bentuknya sangat sedarhana dengan mudah di pahami tanpa perlu memerlukan teknik statiska yang kompleks. Walaupun sebenarnya tidak demikian kenyataannya. Karena penelitian ini  sebenarnya juga dapat ditampilkan dalam bentuk yang lebih kompleks, misalnya dalam penelitian penggambaran secara faktual perkembangan sekolah, kelompok anak, maupun perkembangan individual. Penenelitian deskriptif juga dapat dikembangkan ke arah penenelitian naturalistic yang menggunakan kasus yang spesifik malalui deskriptif mendalam atau dengan penelitian setting alami fenomenologis dan dilaporkan secara thick description (deskripsi mendalam) atau  dalam penelitian ex-postfacto dengan hubungan antarvariabel yang lebih kompleks.

Penelitian deskriptif yang baik sebenarnya  memiliki proses dan sadar yang sama seperti penelitian kuantitatif lainnya. Disamping itu, penelitian ini juga memerlukan tindakan yang teliti pada setiap komponennya agar dapat menggambarkan subjek atau objek yang diteliti mendekati kebenaranya. Sebagai contoh, tujuan harus diuraikan secara jelas, permasalahan yang diteliti signifikan, variabel penelitian dapat diukur, teknik sampling harus ditentukan secara hati-hati, dan hubungan atau komparasi yang tepat perlu dilaukan untuk mendapatkan gambaran objek atau subjek yang diteliti secara lengkap dan benar.

Dalam penelitian deskriptif, peneliti tidak melakukan manipulasi variabel dan tidak menetapkan peristiwa yang akan terjadi, dan biasanya menyangkut peristiwa-peristiwa yang saat sekarang terjadi. Dengan penelitian deskriptifi, peneliti memungkinkan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang berkaitan dengan hubungan variabel atau asosiasi, dan juga mencari hubungan komparasi antarvariabel.
Penelitian deskriptif mempunyai keunikan seperti berikut.
Penelitian deskriptif menggunakan kuesioner dan wawancara, seringkali memperoleh responden yag sangat sediit, akibatnya biasa dalam membuat kesimpulan.

Penelitian deskriptif yang menggunakan observasi, kadangkala dalam pengumpulan data tidak memperoleh data yang memadai. Untuk itu diperlukan para observer yang terlatih dalam observasi, dan jika perlu membuat chek list lebih dahulu tentang objek yang perlu dilihat, sehingga peneliti memperoleh data yang diinginkan secara objektif dan reliable.
Penelitian deskriptif juga memerlukan permasalahan yang harus diidentifikasi dan dirumuskan secara jelas, agar di lapangan, peneliti tidak mengalami kesulitan dalam menjaring data yang diperlukan.

LANGKAH DALAM MELAKSANAKAN PENELITIAN DESKRIPTIF

Penelitian dengan metode deskriptif mempunyai langkah penting seperti berikut.

  1. Mengidentifikasi adanya permasalahan yang signifikan untuk dipecahkan melalui metode deskriptif.
  2. Membatasi dan merumuskan permasalahan secara jelas.
  3. Menentukan tujuan dan manfaat penelitian.
  4. Melakukan studi pustaka yang berkaitan dengan permasalahan.
  5. Menentukan kerangka berpikir, dan pertanyaan penelitian dan atau hipotesis penelitian.
  6. Mendesain metode penelitian yang hendak digunakan termasuk dalam hal ini menentukan populasi, sampel, teknik sampling, menentukan instrumen, mengumpulkan data, dan menganalisis data.
  7. Mengumpulkan, mengorganisasikan, dan menganalisis data dengan menggunakan teknik statistika yang relevan.
  8. Membuat laporan penelitian

MACAM-MACAM PENELITIAN DESKRIPTIF
Banyak jenis penelitian yang termasuk sebagai penelitian deskriptif. Setiap ahli penelitian sering dalam memberikan infomasi tentang pengelompokan jenis penelitian deskriptif, cenderung sedikit bervariasi. Perbedaan itu biasanya dipengaruhi oleh pandangan dan pengetahuan yang menjadi latar belakang para ahli tersebut. Perbedaan pandangan tersebut, salah satu diantaranya bila dilihat dari apek bagaimana proses pengumpulan data dalam penelitian deskriptif dilakukan oleh  peneliti.

Dari aspek bagaimana proses pengumpulan data dilakukan, macam-macam penelitian deskrptif minimal dapat dbedakan menjadi tiga macam, yaitu laporan dari atau self-report, studi perkembangan, studi lanjutan, (follow-up study), dan studi sosiometrik.

Penelitian Laporan Dari (Self-Report research)
Dari kaitannya dengan data yang dikumpulkan maka penelitian deskriptif mempunyai beberapa macam jenis termasuk di antaranya laporan diri dengan menggunakan observasi. Dalam penelitian self-report, informasi dikumpulkan oleh orang  tersebut yang juga berfungsi sebagai peneliti.
Dalam penelitian self-report ini penelitian dianjurkan menggunakan teknik observasi secara langsung, yaitu individu yang diteliti dikunjungi dan dilihat kegiatanya dalam situasi yang alami. Tujuan obsevasi langsung adalah untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian. Dalam penelitian self-report, peneliti juga dianjurkan menggunakan alat bantu lain untuk memperoleh data, termasuk misalnya dengan menggunakan perlengkapan lain seperti catatan, kamera, dan rekaman. Alat-alat tersebut digunakan terutama untuk memaksimalkan ketika mereka harus menjaring data dari lapangan.

Yang perlu diperhatikan oleh para peneliti yang dengan model self-report adalah bahwa dalam menggunakan metode observasi dalam melakukan wawancara, para peneliti harus dapat menggunakan secara simultan untuk memperoleh data yang maksimal. Salah satu contoh penelitian menggunakan self-report dapat dilihat dalam laporan tentang studi Kelembagaan dan Sistem Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah.

Contoh Penelitian Deskriptif menggunakan self-report
Studi Kelembagaan dan Sistem Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah

Studi banding tentang kelembagaan dan sistem pembiayaan usaha kecil menengah ini mempunyai 5 tujuan penting, yaitu :

  • Mengidentifikasi faktor-faktor pembangunan usaha mikro kecil dan menengah melalui sistem kelembagaan.
  • Memperoleh informasi tentang faktor-faktor pengembangan kelembagaan bagi koperasi usaha kecil dan menengah.
  • Meningkatkan kerja sama lembaga pemerintah agar secara komperehensif mempunyai sistem pembiayaan yang relevan dengan kebutuhan para pengusaha.
  • Merumuskan kebijakan, implementasi, dan sistem monitoring yang relevan dengan kelembagaan dan sistem pembiayaan  usaha kecil dan menengah.
  • Memperoleh model best practice tentang kelembagaan dan sistem pembiayaan di Negara Filipina yang mungkin dapat diterapkan sesuai dengan budaya masyarakat Indonesia.

Penelitian studi banding ini menggunakan metode dekriptif dengan pendekatan self-report. Tempat penelitian adalah lembaga tinggi depertemen perdagangan dan industri dan lembaga lain dan lembaga lain yang menangani pertumbuhan dan perkembangan usaha kecil dan menengah. Lembaga lembaga lain tersebut termasuk kantor Biro Pengembangan Usaha Kecil Menengah (BSMD), Kantor Technology Livelihood Resource Center (TLRC). COLOMBO PLAN STAFF CALLEGE (CPSC), dan Technology Universisty of Philippines (TUP). Subjek penelitiannya adalah nara sumber yang memiliki informasi yang diperlukan dan mereka yang berhasrat dan bersedia bekerja sama dalam memberikan informasi.

Studi banding ini  mempunyai hasil yang dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu lembaga pengelolaan dan sistem pembiayaan usaha kecil dan menengah. Yang berkaitan dengan lembaga pengelola UKM diantaranya adalah termasuk:
Pengembangan usaha kecil dan menengah di pilipina dibawah Department Of Trade and Industry (DTI), dengan melibatkan beberapa biro yang ada ditingkat nasional dan regional.

Yang termasuk pengusaha kecil dan menengah di pilipina, adalah para pengusaha atau entrepreneur ,baik indifidual maupun kelompok warga Negara Filipina yang memiliki ciri–ciri seperti berikut : Pengusaha mikro mempunyai asset <P1,500,001; pengusaha kecil mempuyai asset P 1,500,001-P 15,000,000; dan pengusaha menengah mempuyai P15,000,001-P60,000,000

Ada enam lembaga tinggi Negara dan beberapa kantor yang relevan dengan macam-macam kegiatan bisnis sebagai sebagai tempat pendaftaran dan yang akan membantu perkembangan dan pertumbuhan usaha baru tersebut. Program pemerintah yang terkait dengan usaha kecil dan menengah di lakanakan oleh semua lembaga yang relevan termasuk kantor yang berada dibawah tanggung jawab departemen perdagangan dari industri, depertemen keuangan, anggaran dan manajemen. Pertanian, reformasi agraria, lingkungan dan sumber daya alam, tenaga kerja dan perburuhan, transportasi dan komunikasi, pekerjaan dan pubik jalan raya, pemerintah dan dan pariwisata, sains dan teknologi, ekonomi nasional dan otoritas pengembangan semua Bank sentral Filipina baik tingkat nasional, regional, dan provinsi. Pada masing-masing kantor lembaga mempunyai prosedur, wewenang,dan jumlah pembiayaan pendaftaran yang dicantumkan secara jelas. Wewenang, prosedur dan jumlah biaya yang jelas tersebut, pada prinsipnya adalah untuk mempermudah bagi para pengusaha, kita mereka melakukan pendaftaran usahanya ke kantor lembaga tersebut.

Studi Perkembangan (Developmental Study)
Studi perkembangan atau devlopmental study banyak dilakukan oleh peneliti di bidang pendidikan atau bidang psikologi yang berkaitan dengan tingkah laku, sasaran penelitian perkembangan pada umumnya menyangkut variabel tingkah laku secara individual maupun dalam kelompok. Dalam penelitian perkembangan tersebut peneliti tertarik dengan variabel yang utamakan membedakan antara tingkat umur, pertumbuhan atau kedewasaan subjek yang diteliti.

Studi perkembangan biasanya di lakukan dalam periode longitudinal dengan waktu tertentu, bertujuan guna menemukan perkembangan demensi yang terjadi pada seorang respoden. Demensi yang sering menjadi perhatian peneliti ini, misalnya: intelektual, fisik, emosi, reaksi terhadapan tertentu, dan perkembangan sosoial anak. Studi perkembangan ini biasa dilakukan baik secara cross-sectional atau logiotudinal.

Jika penelitian dilakukan dengan model cross-sectional, peneliti pada waktu yang sama dan disimultan menggunakan berbagi tingkatan variabel untuk diselidiki. Data yang diperoleh dari masing-masing tingkat dapat dideskripsi dan kemudian di komparasi atau dicari tingkat asosiasinya. Dalam penelitian perkembangan model longitudinal, peneliti menggunakan responden sebagai sampel tertentu, misalnya: satu kelas satu sekolah, kemudian dicermati secara intensif perkembangannya secara continue dalam jangka waktu tertentu seperti tiga bulan, enam bulan, satu tahun. Semua fenomena yang muncul didokumentasi untuk digunakan sebagai informasi dalam menganalisis guna mencapai hasil penelitian.

Studi Kelanjutan (Follow-up study)
Study kelanjutan dilakukan oleh peneliti untuk menentukan status responden setelah beberapa periode waktu tertentu memproleh perlakuan, misalnya rogram pendidikan. Studi kelanjutan ini di lakukan untuk melakukan evaluasi internal maupun evaluasi eksteral, setelah subjek atau responden menerima program di suatu lembaga pendidikan. Sebagai contoh Badan Akreditasi Nasional menganjurkan adanya informasi tingkat serapan alumni dalam memasuki dunia kerja, setelah mereka selesai program pendidikannya. Dalam penelitian studi kelanjutan biasanya peneliti mengenal istilah antara output dan outcome. Out (keluran) berkaitan dengan informasi hasil akhir setelah suatu program yang diberikan kepada subjek sasaran di selesaikan. Sedangkan yang dimaksud dengan data yang di ambil dari outcome (hasil) biasanya menyangkut pengaruh suatu perlakuan, misalnya program pendidikan kepada subjek yang di teliti setelah mereka kembali ke tempat asal yaitu masyarakat.

Studi Sosiometrik (Sociometric study)
Yang dimaksud dengan sosiometrik adalah analisis hubungan antarpribadi dalam suatu kelompok individu. Melalui analisis pilihan individu atas dasar idola atau penolakan sesorang terhadap orang lain dalam suatu kelompok dapat di tentukan.
Prinsif teori studi sosiometrik pada dasarnya adalah penanyakan pada masing-masing anggota kelompok yang diteliti untuk menentukan denga siapa dia paling suka, untuk bekerja sama dalam kegiatan kelompok. Pada kasus ini, dia dapat memilih satu atau tiga dalam kelompoknya. Dari setiap anggota, peneliti akan memperoleh jabatan yang bervariasi. Dengan menggunakan gambar sosiogram, posisi seseorang akan dapat diterangkan kedudukannya dalam kelompok organisasi.

Dalam sosiogram tersebut pada umumnya digunakan beberapa batasan istilah yang dapat menunjukan posisi individu dalam kelompoknya. Beberapa istilah tersebut seperti misalnya:

  • “Bintang”  diberikan kepada mereka yang paling banyak dipilih oleh para anggotanya,
  • “Terisolasi” di berikan kepada mereka yang tidak banyak dipilih oleh para anggota dalam kelompok,
  • “Klik” diberikan kepada kelompok kecil anggota yang saling memilih masing orang dalam kelompoknya.

Dibidang pendidikan, sosiometrik telah banyak digunakan untuk menentukan hubungan variabel status seseorang misalnya pemimpin formal, pemimpin dalam lembaga pendidikan atau posisi seseorang dalam kelompoknya dengan variabel dalam kegiatan pendidikan. Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarlkan objek atau subjek yang diteliti sesuai dengan apa adanya, dengan tujuan menggambarkan secara sistematis fakta dan karakeristik objek yang di teliti secara tepat.

Penelitian deskriptif mempunyai keunikan diantaranya, seperti berikut.

  • Menggunakan kuesioner atau wawancara sering kali hanya mendapatkan responden yang sedikit yang dapat menakibatkan biasanya kesimpulan;
  • Penelitian deskriptif yang menggunakan observasi, kadang kala dalam pengumpulan data tidak memperoleh data yang memadai;
  • Memerlukan permasalahan yang di rumuskan ssecara jelas, agar pada waktu menjaring data di lapangan, peneliti tidak mengalami kesulitan.

Dilihat dari aspek pengumpulan data di lapangan, penelitian deskriptif dapat dibedakan antara lain menjadi penelitian diri, studi perkembangan, studi kelanjutan, dan studi sosiometrik.

  • Penelitian dengan metode deskriptif mempunyai langkah seperti berikut.
  • Mengidentifikasi adanya permasalahan yang signifikan untuk dipecahkan melalui metode deskriptif.
  • Membatasi dan merumuskan permasalahan secara jelas.
  • Menentukan tujuan dan manfaat penelitian.
  • Melakukan studi pustaka yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.
  • Menentukan kerangka berfikir, dan pertanyaan penelitian dan atau hipotesis penelitian.
  • Mendesain metode penelitian yamg hendak di gunakan, termasuk dalam hal ini menentukan populasi, sampel, teknik sampling, menentukan instrumen pengumpul data, dan menganalisis data.
  • Mengumpulkan dan mengorganisasi serta menganalisis data dengan menggunakan teknik statistika  yang relevan.
  • Membuat laporan penelitian

Ω Kasus (Case  Study) “Status subjek dengan suatu fase spesifik/khas “

Ω Korelasional (Correlational Reseach) “variabel satu berkaitan dengan  variabel lain”

Ω Kausal – Komparatif (Causal – Comparative Reseach) “Hubungan sebab-akibat berdasarkan pengamatan”

Penelitian Kausal Komparatif. Tujuan dari penelitian kausal-komparatif adalah untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab-akibat dengan cara berdasar atas pengamatan terhadap akibat yang ada dan mencari kembali faktor yang mungkin menjadi penyebab melalui data tertentu.

A. Tujuan
Tujuan dari penelitian kausal-komparatif adalah untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab-akibat dengan cara berdasar atas pengamatan terhadap akibat yang ada dan mencari kembali faktor yang mungkin menjadi penyebab melalui data tertentu.

B. Kelebihan

  • Studi kausal-komparatif menghasilkan informasi yang sangat berguna mengenai sifat-sifat gejala yang dipersoalkan: apa sejalan dengan apa, dalam kondisi apa, pada perurutan dan pola yang bagaimana, dan yang sejenis dengan itu.
  • Perbaikan-perbaikan dalam hal teknik, metode statistik, dan rancangan dengan kontrol parsial, pada akhir-akhir ini telah membuat studi kausal-komparatif itu lebih dapat dipertanggungjawabkan.

C. Kelemahan

  1. Tidak adanya kontrol terhadap variabel bebas.
  2. Faktor penyebab bukanlah faktor tunggal, yang menyebabkan masalah menjadi sangat kompleks.
  3. Suatu gejala mungkin tidak hanya merupakan akibat dari sebab-sebab ganda.
  4. Karena variabel bebas telah terjadi , maka kontrol variabel tidak dapat dilakukan.
  5. Tidak terlalu berorientasi terhadap hubungan sebab akibat.
  6. Menggolong-golongkan subjek ke dalam kategori dikotomi seringkali penelitian yang demikian tidak menghasilkan penemuan yang berguna.

D. Langkah-langkah
Penelitian kausal komparatif juga di awali dengan

  1. Permasalahan penelitian.
  2. Menentukan tujuan dan manfaat penelitian
  3. Melakukan kajian pustaka
  4. Mengidentifikasi variabel bebas dan variabel terikat
  5. Menentukan metode penelitian dengan teknik statistik yang relevan.

Ω Eksperimental-sungguhan (true Experimental Reseach) “menyelidiki pengaruh suatu perlakuan terhadap suatu variabel”

A. Pengertian
Menurut Yatim Riyanto (1996:28-40), penelitian eksperimen merupakan penelitian yang sistematis, logis, dan teliti didalam melakukan kontrol terhadap kondisi. Dalam pengertian lain, penelitian eksperimen adalah penelitian dengan melakukan percobaan terhadap kelompok eksperimen, kepada tiap kelompok eksperimen dikenakan perlakuan-perlakuan tertentu dengan kondisi-kondisi yang dapat di kontrol.

B. Karakteristik

  1. Secara khas menggunakan kelompok kontrol sebagai garis dasar untuk dibandingkan dengan kelompok yang dikenai perlakuan eksperimental.
  2. Menggunakan sedikitnya dua kelompok eksperimen.
  3. Harus mempertimbangkan kesahihan ke dalam (internal validity)
  4. Harus mempertimbangkan kesahihan keluar (external validity)

C. Tahapan dan Macam Eksperiment

  1. Eksperimentasi permulaan
  2. Rancangan Faktorial.
  3. Kelompok eksperimen dan kelompok control
  4. Validitas Eksperimen
  5. Variabel yang Terkait dengan Eksperimentasi.
  6. Rancangan Eksperimen

D. Langkah Pokok Eksperiment

  1. Melakukan survei kepustakaan yang relevan bagi masalah yang akan digarap.
  2. Mengidentifikasi dan mendefinisikan masalah.
  3. Merumuskan hipotesis, berdasarkan atas penelaahan kepustakaan.
  4. Mengidentifikasikan pengertian-pengertian dasar dan variable-variabel utama.
  5. Menyusun rencana eksperimen.
  6. Melakukan eksperimen.
  7. Mengatur data kasar itu dalam cara yang mempermudah analisis selanjutnya dengan menempatkan dalam rancangan yang memungkinkan memperhatikan efek yang diperkirakan akan ada.

Ω Eksperimental Semu (Quasi Experimental Reseach) “eksperimental yang sebenarnya dalam  keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol atau memanipulasi semua variabel yang relevan”

Ω Tindakan (Action Reseach) “penelitian yang dikembangkan bersama-sama antara peneliti dan pembuat keputusan tentang variabel-variabel/ masalah-masalah”.

« Ciri judul action research sangat ekstrim, misalnya: Meningkatkan………….. Meminimalkan…………

« Dalam penelitian ini ada planning, acting, tindakan, diagnosa, observasi, dan refleksi.

« Beberapa hal yang sangat mendasar sebelum melaksanakan action research:

  • Tidak mengenal istilah populasi dan sampel karena tidak akan menarik inferensi, tetapi subjek dan objek penelitian.
  • Lebih menekankan kepada pelaksanaannya daripada metodenya, sehingga idealnya rumusan masalah dilakukan pada saat peneliti sudah mulai melakukan penelitiannya.
  • Hanya dimaksudkan untuk memecahkan masalah kronis, bukan masalah yang baru teridentifikasi.
  • Pelaksana harus yang mengetahui dengan benar masalah yang ada.
  • Pada satu siklus tertentu, minimal terjadi 1 kali perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi dan maksimal 2 siklus.
  • Setiap siklus baru yang dilakukan, idealnya terdapat perbedaan yang tajam dengan siklus sebelumnya.
  • Tidak mengharuskan adanya hipotesis. Kalau ada hipotesis, maka rumusan masalahnya adalah implies hypothesis, yaitu jika……………….maka…………………….

Penelitian tindakan merupakan tindakan yang menekankan kepada kegiatan (tindakan) dengan mengujicobakan suatu ide ke dalam praktek atau situasi nyata dalam skala mikro, yang diharapkan kegiatan tersebut mampu memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses belajar mengajar.

A. Pengertian
Penelitian tindakan merupakan tindakan yang menekankan kepada kegiatan (tindakan) dengan mengujicobakan suatu ide ke dalam praktek atau situasi nyata dalam skala mikro, yang diharapkan kegiatan tersebut mampu memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses belajar mengajar.

B. Asas

  1. Asas Kritik Reflektif
  2. Asas Kritik Dialektis
  3. Asas Sumber Daya Kolaboratif
  4. Asas Resiko
  5. Asas Struktur Majemuk
  6. Asas Teori, Praktik, dan transformasi.

C. Karakteristik

  1. Bersifat situsional kontekstual yang terkait dengan mendiagnosis dan memecahkan masalah dalam konteks tertentu.
  2. Menggunakan pendekatan yang kolaboratif.
  3. Bersifat partisipatori (jika penelitian tindakan dilakukan secara tim), yakni masing-masing anggota tim ikut mengambil bagian dalam pelaksanaan penelitiannya.
  4. Bersifat self evaluative, yakni peneliti melakukan evaluasi sendiri secara kontinu untuk meningkatkan praktik kerja.Prosedur penelitian tindakan bersifat on the spot yang didesain untuk menangani masalah konkret yang ada ditempat itu juga.
  5. Temuannya diterapkan segera dan perspektif jangka panjang.
  6. Memiliki sifat keluwesan dan adaptif.

D. Fungsi

  1. Alat untuk memecahkan masalah yang dilakukan diagnosis tertentu.
  2. Alat pelatihan dalam jabatan sehingga membekali guru yang bersangkutan dengan ketrampilan, metode dan teknik mengajar yang baru, mempertajam kemampuan analisisnya, dan mempertinggi kesadaran atas kelebihan dan kekurangan pada dirinya.
  3. Alat untuk mengenalkan pendekatan tambahan atau yang inovatif pada pengajaran.
  4. Alat untuk meningkatkan komunikasi antara guru di lapangan dan peneliti akademis, serta memperbaiki kegagalan penelitian tradisional.
  5. Alat untuk menyediakan alternative yang lebih baik untuk mengantisipasi pendekatan yang lebih subjektif, impresionistik dalam memecahkan masalah di dalam kelas.

E. Tahapan
Tahap I : indentifikasi-evaluasi-formulasi masalah yang dipandang kritis dalam situasi mengajar sehari-hari.
Tahap II :    diskusi pendahuluan dan perundingan di antara kelompok yang berminat dan terlibat: guru, penasihat, peneliti, sponsor, yang berakhir dan suatu draf usulan dan persoalan-persoalan yang perlu dijawab.
Tahap III : kajian pustaka, jurnal penelitian yang relevan dengan sasaran prosedur, dan masalahnya.
Tahap IV : modifikasi atau redefinisi rumusan awal masalah, mungkin muncul hipotesis yang dapat diuji.
Tahap V : pemilihan prosedur penelitian, penetapan sampel, administrasi penelitian dan tindakannya, pemilihan bahan, metode belajar mengajar, alokasi sumber daya dan tenaga.
Tahap VI : pemilihan prosedur evaluasi, melaksanakan prinsip kontinuitas, dan menetapkan penelitian tindakan.
Tahap VII : melaksanakan proyek penelitian tindakan.
Tahap VIII : pemaknaan data, penarikan inferensi dan penilaian seluruh proyek penelitian. Diskusi penemuannya berdasarkan criteria yang telah disetujui.

F. Jenis-jenis

  1. Penelitian Tindakan Diagnostik
  2. Penelitian Tindakan Partisipasi
  3. Penelitian Tindakan Empiris
  4. Penelitian Tindakan Eksperimental

Research and Development

«     10 langkah dalam pelaksanaan R&D:

  • Meneliti dan mengumpulkan informasi.
  • Merencanakan jenis keterampilan yang dibutuhkan, menentukan tujuan penelitian, menetapkan langkah-langkah dan mengujicobakan dalam skala kecil.
  • Mengembangkan produk atau model awal denagn membuat persiapan bahan pelatihan, bahan panduan dan alat evaluasi.
  • Melakukan pengujian lapangan awal dengan subjek yang lebih banyak daripada sebelumnya, kemudian dianalisis.
  • Melakukan revisi produk atau model utama sesuai saran dari hasil atau temuan lapangan dan saran dari pakar.
  • Melakukan pengujian lapangan secara kuantitatif dan mengevaluasi hasil sesuai dengan tujuan.
  • Merevisi produk atau model operasional sesuai saran dan hasil pengujian serta saran pengemangan model dari pakar.
  • Melakukan pengujian lapangan operasional dengan subjek yang lebih banyak lagi kemudian analisis.
  • Merevisi produk akhir berdasarkan temuan yang ada serta saran dari pakar.
  • Mendiseminasikan dan mendistribusikan laporan produk pada pertemuan2 dan dalam jurnal2 ilmiah.

«     Karakteristik:

  • Proses kegiatan R&D berlangsung secara bersiklus, melalui tahapan:
    • Pengkajian atau penelusuran awal topik2 yang akan dikonstruksi atau direkonstruksi.
    • Pengembangan produk model dari hasil temuan yang telah dicapai.
    • Ppengujicobaan model yang telah dikembangkan pada lokasi, dimana produk tersebut digunakan.
    • Perbaikan model sesuai dengan temuan dalam studi pendahuluandi lapangan.
  • Idealnya siklus R&D dilakukan secara berulang hingga ditetapkan produk model yang sesuai dengan tujuan dan kriteria yang telah ditetapkan.

«     Tujuan R&D: mengembangkan model atau produk yang efektif guna memenuhi kepentingan kegiatan program tertentu pada instansi tertentu pula. Selanjutnya, agar produk R&D sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka model atau produk tersebut diujicobakan di lapangan, kemudian direvisi.

Penelitian Pengembangan

A. Pengertian
Penelitian perkembangan adalah Penelitian yang memusatkan pada variable-variable dan perkembangannya selama beberapa kurun waktu.

B. Karakteristik

  1. Mengetahui perkembangan subjek penelitian dalam kurun waktu tertentu
  2. Dapat menggunakan metode alur panjang (longitudinal method) dan metode silang selat (cross-sectional method)

C. Metode

  1. Longitudinal Method (Metode Alur Panjang)
  2. cross-Sectional Method (Metode Silang-Sekat)

D. Kelebihan Metode
Kelebihan metode longitudinal yaitu :

  1. objek yang diamati tetap sehingga pengaruh variabel lain yang timbul karena pergantian subjek, tidak ada.
  2. peneliti akan sangat memahami objek penelitiannya.

Kelebihan metode silang sekat yaitu :

  1. peneliti tidak perlu menunggu pertumbuhan yang lama dari anak.
  2. variabel-variabel lain dapat dikendalikan oleh peneliti.

E. Kekurangan Metode
Kelemahan metode Longitudinal yaitu :

  1. penelitian dengan metode alur panjang akan memakan waktu yang lama sekali.
  2. mempertahankan sejumlah subjek yang harus diamati dalam jangka waktu lama mengandung resiko yang tidak kecil.

Kelemahan metode silang-sekat yaitu :

  1. subjek yang digunakan dalam penelitian tidak sama dan memungkinkan adanya variabel lain yang dibawa oleh masing-masing anak.
  2. dalam waktu yang singkat sukar diperoleh sekelompok anak dengan klasifikasi sekat-sekat yang dikehendaki.

F. Langkah-langkah
Langkah-langkah pokok

  1. definisikan masalah atau rumuskan tujuan-tujuannya.
  2. lakukan penelaahan kepustakaan untuk menentukan garis informasi yang ada dan memperbandingkan metodolodi-metodologi penelitian.
  3. rancangan cara pendekatan
  4. kumpulan data
  5. evaluasi data yang terkumpul
  6. susun laporan mengenai hasil evaluasi itu.
E. 2. Daerah Penelitian (ditentukan sendiri)1.

2.

E. 3. Jenis Data
1. Studi Literatur

  1. Sumber data primer dari …(ditentukan sendiri)
  1. Sumber data sekunder dari …(ditentukan sendiri)
  1. Sumber data Tersier dari …(ditentukan sendiri)
2. Wawancara dengan nara sumber dan responden (ditentukan sendiri)–         Melalui …angket/quissioner/wawancara

–         Penentuan responden … person/mahasiswa

–         Penentuan narasumber dari lembaga …

  1. Lembaga/instansi …PT/CV
  2. Lembaga/ instansi …PT/CV
  3. ect.
E. 4. Alat Pengumpulan Data (ditentukan sendiri) 1. …

2. …

Alat bantu berupa …tape/hp/video (ditentukan sendiri)

E. 5. Penggunaan Analisis Data

Kuantitatif/ kualitatif/ campuran/ yuridis/ analogistik/ diagnostic (ditentukan sendiri)

BAB II Kerangka Teori

  1. Iklan Kreatif
  2. Segmentasi Pasar
  3. Pandangan Konsumen tentang Iklan Sensual
  4. Proses Pengambilan Keputusan terhadap Iklan
  5. Dampak Negatif dan Positif dari Iklan
  6. Iklan Yang Sesuai Aturan-Aturan yang Ada
  7. G. Peraturan-peraturan yang Mengatur Iklan Sensual
BAB III Analisis Data/ Produk

  1. Perspektif Budaya
  2. Perspektif Agama
  3. Perspektif Hukum
  4. Pada masa krisis ekonomi
  5. Pada masa perbaikan ekonomi

Analisis data berupa pengkodean dan grafik

Penanda (Coding) merupakan unsur yang penting dalam penelitian kuantitatif dan kualitatif. Coding yang akan dikupas dalam sajian artikel saat yang menyangkut tentang penelitian kuantiataif. Dalam penelitian kuantitatif lebih mengarah untuk menetukan rasio data maka perlu adanya coding untuk memudahkan dalam membedakan antara data yang satu dengan lainnya.

Cara mengcoding dari data yang dikumpulkan dapat berupa angka, kalimat pendek atau panjang atau hanya “ya” atau “tidak”. Untuk memudahkan analisis tersebut maka diperlukan jawaban-jawaban yang memerlukan kode. Pemberian kode kepada jawaban sangat penting artinya, jika pengolahan data dilakukan dengan komputer, mengodekan data artinya menaruh angka dalam setiap jawaban.

Adapun cara-cara mengodekan data, yaitu:
Pemberian kode dapat dilakukan dengan jenis pertanyaan, jawaban atau pertanyaan. Dalam hal ini dapat dibedakan:

1.1. Jawaban Berupa Angka
Jawaban responden dapat dalam bentuk angka. Pertanyaan tentang pendapatan perbulan, jawabannya sudah jelas dalam bentuk angka. Misalnya, Rp. 149.500,00. Begitu dalam mengukur berat tongkol jagung, maka jawaban sudah jelas dalam bentuk angka. Untuk jawaban dalam bentuk angka ini, maka untuk kode adalah angka jawaban itu sendiri

Misalnya:

Jawaban Kode
Luas: 4,5 hektar 45

Jika jawaban dalam bentuk interval angka, maka angka-angka tersebut perlu doberi kode tersendiri, misalnya:

Jawaban Kode
Luas antara 0,5 ha-1,0 ha
Luas antara 1,1 ha-3,0 ha
Luas diatas 3,0 ha
15
16
17

1.2. Jawaban Pertanyaan Tertutup
Jawaban pertanyaan tertutup adanya jawaban yang sudah disediakan lebih dahulu, dan responden hanya tinggal mengecek saja jawaban-jawaban tersebut sesuai dengan intruksi. Responden tidak mempunyai kebebasan untuk memilih jawaban diluar yang telah diberikan.
Misalnya:
Apakah bapak seorang petani?
– Ya
– Tidak

Jawaban Kode
Ya
Tidak
01

Dapat dilihat diatas tidak ada pilihan bagi responden dalam memilih apakah jawaban sesukanya tetapi hanya ada dua pilihan apakah ya atau tidak dengan menggunakan kode 0 atau 1

1.3. Jawaban Pertanyaan Semi Terbuka
Pada jawaban semi terbuka, selain dari jawaban yang ditentukan, masih diperkenankan lagi jawaban lain yang dianggap cocok oleh responden. Jawaban yang berada diluar dari yang telah disediakan, perlu diberi angka tersendiri untuk kode. Misalnya:
Jenis pupuk yang anda gunakan?
a. Urea
b. ZA
c. TSP
d. Lain-lain

Jawaban Kode
Urea
ZA
TSP
Pupuk kandang
KCL
Lain-lain
1
2
3
4
5
6

1.4. Jawaban Pertanyaan Terbuka

Pada pertanyaan terbuka, jawaban yang diberikan sifatnya, sesuai dengan apa yang dipikirkan oleh penjawab, tanpa ada suatu batasan tertentu. Untuk membuat kode terhadap jawaban pertanyaan terbuka, jawaban-jawaban tersebut harus dikategorikan atau dikelompokkan lebih dahulu, sehingga tiap kelompok-kelompok berisi jawaban yang telah dibuat, tetapi apabila ada jawaban yang tidak termasuk dalam kelompok-kelompok tersebut maka dapat dimasukkan dalam kelompok “lain-lain”. Hanya perlu diingat bahwa jawaban yang dimasukkan dalam kelompok lain-lain janganlah terlalu banyak. Juga perlu diingat bahwa jawaban pertanyaan dalam tiap kategori tidak boleh tumpang tindih.

Misalnya:
Apakah alasan Bapak untuk mengikuti program bimas?

Kelompok jawaban Kode
Alasan Ekonomi
Alasan Keilmuan
Alasan kebutuhan
Alasan moral
Alasan Bimas
Lain-lain
1
2
3
4
5
6

1.5. Jawaban Kombinasi

Jawaban pertanyaan kombinasi hampir serupa dengan jawaban pertanyaan tertutup. Selain dari jawaban terpisah secara jelas, responden masih dapat dijawab kombinasi dari beberapa jwaban, misalnya:

  • Apakah bapak menggunakan pupuk
  • Menggunakan insektisida
  • Menanam dengan jarak tanah

Jawaban pertanyaan ini dapat terdiri dari beberapa kombinasi. Kombinasi tersebut dapat diberi kode tersendiri. Misalnya:

Jawaban Kode
Menggunakn pupuk
Menggunkan Insektisida
Menanam dengan jarak tanah
Dan seterusnya
1
2
3
4
Artikel pengkodean mengacu pada buku rujukan Metode Penelitian karangan Moh. Nazir, Ph.D dengan penerbit Ghalia Indonesia. http://www.penalaran-unm.org/index.php/artikel-nalar/penelitian/152.html?task=view

Pendekatan Kualitatif

Sumber: http://www.penalaran-unm.org/index.php/artikel-nalar/penelitian/116-metode-penelitian-kualitatif.html
Date of download 04/06/2010
A. Pengantar

Dalam penelitian sosial, masalah penelitian, tema, topik, dan judul penelitian berbeda secara kualitatif maupun kuantitatif. Baik substansial maupun materil kedua penelitian itu berbeda berdasarkan filosofis dan metodologis. Masalah kuantitatif lebih umum memiliki wilayah yang luas, tingkat variasi yang kompleks namun berlokasi dipermukaan. Akan tetapi masalah-masalah kualitatif berwilayah pada ruang yang sempit dengan tingkat variasi yang rendah namun memiliki kedalaman bahasan yang tak terbatas.

Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Creswell, 1998:15). Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007:3) mengemukakan bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan. Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah instrumen kunci. Oleh karena itu, peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas jadi bisa bertanya, menganalisis, dan mengkonstruksi obyek yang diteliti menjadi lebih jelas. Penelitian ini lebih menekankan pada makna dan terikat nilai. Penelitian kualitatif digunakan jika masalah belum jelas, untuk mengetahui makna yang tersembunyi, untuk memahami interaksi sosial, untuk mengembangkan teori, untuk memastikan kebenaran data, dan meneliti sejarah perkembangan.

B. Sistematika Penelitian Kualitatif, di universitas tertentu menggunakan sistematika dibawah ini:
Judul
Abstrak
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Gambar
Bab I Pendahuluan
Konteks Penelitian
Fokus Kajian Penelitian
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Bab II Perspektif Teoritis dan Kajian Pustaka
Bab III Metode Penelitian
Pendekatan
Batasan Istilah
Unit Analisis
Deskripsi Setting Penelitian
Pengumpulan Data
Analisis Data
Keabsahan data
Bab IV Hasil dan pembahasan
Bab VI Kesimpulan dan saran
Daftar pustaka
Lampiran

Penjelasan secara ringkas keseluruhan unsur yang ada dalam penelitian kualitatif, yaitu:

  1. Judul, singkat dan jelas serta mengisyaratkan fenomena dan fokus kajian penelitian. Penulisan judul sedapat mungkin menghindari berbagai tafsiran yang bermacam-macam dan tidak bias makna.
  2. Abstrak, ditulis sesingkat mungkin tetapi mencakup keseluruhan apa yang tertulis di dalam laporan penelitian. Abstrak penelitian selain sangat berguna untuk membantu pembaca memahami dengancepat hasil penelitian, juga dapat merangsang minat dan selera orang lain untuk membacanya.
  3. Perspektif teoritis dan kajian pustaka, perspektif teori menyajikan tentang teori yang digunakan sebagai perpektif baik dalam membantumerumuskan fokus kajian penelitian maupun dalam melakukan analisis data atau membahas temuan-temuan penelitian. Sementara kajian pustaka menyajikan tentang studi-studi terdahulu dalam konteks fenomena dan masalah yang sama atau serupa.
  4. Metode yang digunakan, menyajikan secara rinci metode yang digunakan dalam proses penelitian.
  5. Temuan–temauan penelitian, menyajikan seluruh temuan penelitian yang diorganisasikan secara rinci dan sistematis sesuai urutan pokok masalah atau fokus kajian penelitian. Temuan-temuan penelitian yang disajikan dalam laporan penelitian merupakan serangkaian fakta yang sudah direduksi secara cermat dan sistematis, dan bukan kesan selintas peneliti apalagi hasil karangan atau manipulasi peneliti itu sendiri.
  6. Analisis temuan– temuan penelitian. Hasil temuanmemrlukan pembahasan lebih lanjut dan penafsiran lebih dalam untuk menemukan makna di balik fakta. Dalam melakukan pembahasan terhadap temuan-temuan penelitian, peneliti harus kembali mencermati secara kritis dan hati-hati terhadap perspektif teoritis yang digunakan.

C. Jenis-jenis Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif memiliki 5 jenis penelitian, yaitu:
1. Biografi
Penelitian biografi adalah studi tentang individu dan pengalamannya yang dituliskan kembali dengan mengumpulkan dokumen dan arsip-arsip. Tujuan penelitian ini adalah mengungkap turning point moment atau epipani yaitu pengalaman menarik yang sangat mempengaruhi atau mengubah hidup seseorang. Peneliti menginterpretasi subjek seperti subjek tersebut memposisikan dirinya sendiri.

2. Fenomenologi
Penelitian fenomenologi mencoba menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami, sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang dikaji. Menurut Creswell (1998:54), Pendekatan fenomenologi menunda semua penilaian tentang sikap yang alami sampai ditemukan dasar tertentu. Penundaan ini biasa disebut epoche (jangka waktu). Konsep epoche adalah membedakan wilayah data (subjek) dengan interpretasi peneliti. Konsep epoche menjadi pusat dimana peneliti menyusun dan mengelompokkan dugaan awal tentang fenomena untuk mengerti tentang apa yang dikatakan oleh responden.

3. Grounded theory
Walaupun suatu studi pendekatan menekankan arti dari suatu pengalaman untuk sejumlah individu, tujuan pendekatan grounded theory adalah untuk menghasilkan atau menemukan suatu teori yang berhubungan dengan situasi tertentu . Situasi di mana individu saling berhubungan, bertindak, atau terlibat dalam suatu proses sebagai respon terhadap suatu peristiwa. Inti dari pendekatan grounded theory adalah pengembangan suatu teori yang berhubungan erat kepada konteks peristiwa dipelajari.

4. Etnografi
Etnografi adalah uraian dan penafsiran suatu budaya atau sistem kelompok sosial. peneliti menguji kelompok tersebut dan mempelajari pola perilaku, kebiasaan, dan cara hidup. Etnografi adalah sebuah proses dan hasil dari sebuah penelitian. Sebagai proses, etnografi melibatkan pengamatan yang cukup panjang terhadap suatu kelompok, dimana dalam pengamatan tersebut peneliti terlibat dalam keseharian hidup responden atau melalui wawancara satu per satu dengan anggota kelompok tersebut. Peneliti mempelajari arti atau makna dari setiap perilaku, bahasa, dan interaksi dalam kelompok.

5. Studi kasus
Penelitian studi kasus adalah studi yang mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam, dan menyertakan berbagai sumber informasi. Penelitian ini dibatasi oleh waktu dan tempat, dan kasus yang dipelajari berupa program, peristiwa, aktivitas, atau individu.

D. Metode Pengumpulan Data

Beberapa metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif, yaitu:

1. Wawancara
Wawancara merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Tehnik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam (in–depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan seorang peneliti saat mewawancarai responden adalah intonasi suara, kecepatan berbicara, sensitifitas pertanyaan, kontak mata, dan kepekaan nonverbal. Dalam mencari informasi, peneliti melakukan dua jenis wawancara, yaitu autoanamnesa (wawancara yang dilakukan dengan subjek atau responden) dan aloanamnesa (wawancara dengan keluarga responden). Beberapa tips saat melakukan wawancara adalah mulai dengan pertanyaan yang mudah, mulai dengan informasi fakta, hindari pertanyaan multiple, jangan menanyakan pertanyaan pribadi sebelum building raport, ulang kembali jawaban untuk klarifikasi, berikan kesan positif, dan kontrol emosi negatif.

2. Observasi
Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut.

Bungin (2007: 115) mengemukakan beberapa bentuk observasi yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu observasi partisipasi, observasi tidak terstruktur, dan observasi kelompok tidak terstruktur.

  • Observasi partisipasi (participant observation) adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan dimana observer atau peneliti benar-benar terlibat dalam keseharian responden.
  • Observasi tidak berstruktur adalah observasi yang dilakukan tanpa menggunakan guide observasi. Pada observasi ini peneliti atau pengamat harus mampu mengembangkan daya pengamatannya dalam mengamati suatu objek.
  • Observasi kelompok adalah observasi yang dilakukan secara berkelompok terhadap suatu atau beberapa objek sekaligus.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam observasi adalah topografi, jumlah dan durasi, intensitas atau kekuatan respon, stimulus kontrol (kondisi dimana perilaku muncul), dan kualitas perilaku.

3. Dokumen
Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Sebagian besar data yang tersedia adalah berbentuk surat-surat, catatan harian, cenderamata, laporan, artefak, foto, dan sebagainya. Sifat utama data ini tak terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi peluang kepada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi di waktu silam. Secara detail bahan dokumenter terbagi beberapa macam, yaitu otobiografi, surat-surat pribadi, buku atau catatan harian, memorial, klipping, dokumen pemerintah atau swasta, data di server dan flashdisk, data tersimpan di website, dan lain-lain.

4. Focus Group Discussion (FGD)
Focus Group Discussion (FGD) adalah teknik pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif dengan tujuan menemukan makna sebuah tema menurut pemahaman sebuah kelompok. Teknik ini digunakan untuk mengungkap pemaknaan dari suatu kalompok berdasarkan hasil diskusi yang terpusat pada suatu permasalahan tertentu. FGD juga dimaksudkan untuk menghindari pemaknaan yang salah dari seorang peneliti terhadap fokus masalah yang sedang diteliti.

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian kualitatif di dasarkan pada pendekatan yang digunakan. Beberapa bentuk analisis data dalam penelitian kualitatif, yaitu:

1. Biografi
Langkah-langkah analisis data pada studi biografi, yaitu:
a. Mengorganisir file pengalaman objektif tentang hidup responden seperti tahap perjalanan hidup dan pengalaman. Tahap tersebut berupa tahap kanak-kanak, remaja, dewasa dan lansia yang ditulis secara kronologis atau seperti pengalaman pendidikan, pernikahan, dan pekerjaan.
b. Membaca keseluruhan kisah kemudian direduksi dan diberi kode.
c. Kisah yang didapatkan kemudian diatur secara kronologis.
d. Selanjutnya peneliti mengidentifikasi dan mengkaji makna kisah yang dipaparkan, serta mencari epipani dari kisah tersebut.
e. Peneliti juga melihat struktur untuk menjelaskan makna, seperti interaksi sosial didalam sebuah kelompok, budaya, ideologi, dan konteks sejarah, kemudian memberi interpretasi pada pengalaman hidup individu.
f. Kemudian, riwayat hidup responden di tulis dengan berbentuk narasi yang berfokus pada proses dalam hidup individu, teori yang berhubungan dengan pengalaman hidupnya dan keunikan hidup individu tersebut.

2. Fenomenologi
Langkah-langkah analisis data pada studi fenomenologi, yaitu:
a. Peneliti memulai mengorganisasikan semua data atau gambaran menyeluruh tentang fenomena pengalaman yang telah dikumpulkan.
b. Membaca data secara keseluruhan dan membuat catatan pinggir mengenai data yang dianggap penting kemudian melakukan pengkodean data.
c. Menemukan dan mengelompokkan makna pernyataan yang dirasakan oleh responden dengan melakukan horizonaliting yaitu setiap pernyataan pada awalnya diperlakukan memiliki nilai yang sama. Selanjutnya, pernyataan yang tidak relevan dengan topik dan pertanyaan maupun pernyataan yang bersifat repetitif atau tumpang tindih dihilangkan, sehingga yang tersisa hanya horizons (arti tekstural dan unsur pembentuk atau penyusun dari phenomenon yang tidak mengalami penyimpangan).
d. Pernyataan tersebut kemudian di kumpulkan ke dalam unit makna lalu ditulis gambaran tentang bagaimana pengalaman tersebut terjadi.
e. Selanjutnya peneliti mengembangkan uraian secara keseluruhan dari fenomena tersebut sehingga menemukan esensi dari fenomena tersebut. Kemudian mengembangkan textural description (mengenai fenomena yang terjadi pada responden) dan structural description (yang menjelaskan bagaimana fenomena itu terjadi).
f. Peneliti kemudian memberikan penjelasan secara naratif mengenai esensi dari fenomena yang diteliti dan mendapatkan makna pengalaman responden mengenai fenomena tersebut.
g. Membuat laporan pengalaman setiap partisipan. Setelah itu, gabungan dari gambaran tersebut ditulis.

3. Grounded theory
Langkah-langkah analisis data pada studi grounded theory, yaitu:
a. Mengorganisir data
b. Membaca keseluruhan informasi dan memberi kode.
c. Open coding, peneliti membentuk kategori informasi tentang peristiwa dipelajari.
d. Axial coding, peneliti mengidentifikasi suatu peristiwa, menyelidiki kondisi-kondisi yang menyebabkannya, mengidentifikasi setiap kondisi-kondisi, dan menggambarkan peristiwa tersebut.
e. Selective coding, peneliti mengidentifikasi suatu jalan cerita dan mengintegrasikan kategori di dalam model axial coding.
Selanjutnya peneliti boleh mengembangkan dan menggambarkan suatu acuan yang menerangkan keadaan sosial, sejarah, dan kondisi ekonomi yang mempengaruhi peristiwa.

4. Etnografi
Langkah-langkah analisis data pada studi etnografi, yaitu:
a. Mengorganisir file.
b. Membaca keseluruhan informasi dan memberi kode.
c. Menguraikan setting sosial dan peristiwa yang diteliti.
d. Menginterpretasi penemuan.
e. Menyajikan presentasi baratif berupa tabel, gambar, atau uraian.

5. Studi kasus
Langkah-langkah analisis data pada studi kasus, yaitu:
a. Mengorganisir informasi.
b. Membaca keseluruhan informasi dan memberi kode.
c. Membuat suatu uraian terperinci mengenai kasus dan konteksnya.
d. Peneliti menetapkan pola dan mencari hubungan antara beberapa kategori.
e. Selanjutnya peneliti melakukan interpretasi dan mengembangkan generalisasi natural dari kasus baik untuk peneliti maupun untuk penerapannya pada kasus yang lain.
f. Menyajikan secara naratif.

F. Keabsahan Data

Banyak hasil penelitian kualitatif diragukan kebenarannya karena beberapa hal, yaitu subjektivitas peneliti merupakan hal yang dominan dalam penelitian kualitatif, alat penelitian yang diandalkan adalah wawancara dan observasi mengandung banyak kelemahan ketika dilakukan secara terbuka dan apalagi tanpa kontrol, dan sumber data kualitatif yang kurang credible akan mempengaruhi hasil akurasi penelitian. Oleh karena itu, dibutuhkan beberapa cara menentukan keabsahan data, yaitu:

1. Kredibilitas
Apakah proses dan hasil penelitian dapat diterima atau dipercaya. Beberapa kriteria dalam menilai adalah lama penelitian, observasi yang detail, triangulasi, per debriefing, analisis kasus negatif, membandingkan dengan hasil penelitian lain, dan member check.
Cara memperoleh tingkat kepercayaan hasil penelitian, yaitu:
a. Memperpanjang masa pengamatan memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan, bisa mempelajari kebudayaan dan dapat menguji informasi dari responden, dan untuk membangun kepercayaan para responden terhadap peneliti dan juga kepercayaan diri peneliti sendiri.
b. Pengamatan yang terus menerus, untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang diteliti, serta memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.
c. Triangulasi, pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.
d. Peer debriefing (membicarakannya dengan orang lain) yaitu mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat.
e. Mengadakan member check yaitu dengan menguji kemungkinan dugaan-dugaan yang berbeda dan mengembangkan pengujian-pengujian untuk mengecek analisis, dengan mengaplikasikannya pada data, serta denganmengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang data.

2. Transferabilitas yaitu apakah hasil penelitian ini dapat diterapkan pada situasi yang lain.
3. Dependability yaitu apakah hasil penelitian mengacu pada kekonsistenan peneliti dalam mengumpulkan data, membentuk, dan menggunakan konsep-konsep ketika membuat interpretasi untuk menarik kesimpulan.
4. Konfirmabilitas yaitu apakah hasil penelitian dapat dibuktikan kebenarannya dimana hasil penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan dan dicantumkan dalam laporan lapangan. Hal ini dilakukan dengan membicarakan hasil penelitian dengan orang yang tidak ikut dan tidak berkepentingan dalam penelitian dengan tujuan agar hasil dapat lebih objektif.

G. Reliabilitas
Reliabilitas penelitian kualitatif dipengaruhi oleh definisi konsep yaitu suatu konsep dan definisi yang dirumuskan berbeda-beda menurut pengetahuan peneliti, metode pengumpulan dan analisis data, situasi dan kondisi sosial, status dan kedudukan peneliti dihadapan responden, serta hubungan peneliti dengan responden.(IAHS)

Daftar Pustaka
Tim Penyusun Dinas olah raga dan Pemuda, 2003. Panduan Penelitian Bagi Remaja. Dinas Olahraga dan Pemuda; Jakarta

Bungin, B. 2007. Penelitian Kualitatif. Prenada Media Group: Jakarta.
Bungin, B. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. PT Rajagrafindo Persada: Jakarta.
Creswell, J. W. 1998. Qualitatif Inquiry and Research Design. Sage Publications, Inc: California

Pendekatan Kuantitatif

BAB IV Penutup

  1. Kesimpulan
  2. Saran
Daftar Pustaka (ditentukan sendiri)
1. Buku-buku1.

2.

3. ect.

2. Majalah/ Koran1.

2.

3. ect.

3. Media Elektronik
Televisi1.

2.

3. ect

Internet1.

2.

3. ect

Lampiran-lampiran
Lamp.I Membuat materi iklan singkat dalam bentuk visual.Mencari Iklan singkat dalam bentuk audio-visual.
Lamp. II Pedoman pertanyaan wawancara (ditentukan sendiri)
Identitas Nara Sumber

  1. Nama :
  2. Usia :
  3. Ect.
Pertanyaannya

  1. Bentuk Tertutup, cth:

1).

2).

3). Ect.

  1. Bentuk Terbuka

1).

2).

3). Ect.

  1. Bentuk Campuran

1).

2).

3). Ect.

KRISIS

Oleh: Nanang Kohar, SH

Disusun Sebagai Tugas Makalah Pada Program S2 Jayabaya – Jakarta.

Mata Kuliah Filsafat Hukum

Krisis merupakan perubahan yang mengarah pada Resesi, dari keadaan yang baik ke yang buruk, lebih ke arah yang kurang, dan dari keadaan yang ada menjadi tidak ada.

Krisis sekarang sudah mencakup segala aspek kehidupan, baik bidang Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan dan Keamanan, semua mengarah kepada kepercayaan publik terhadap pemimpin.

Contohnya saja, dalam bidang hukum

Komisi Hukum Nasional dibentuk melalui Keputusan Presiden no 15 tahun 2000 tanggal 18 Februari 2000. Pembentukan Komisi Hukum Nasional (KHN) ini adalah guna mewujudkan sistem hukum nasional untuk menegakkan supremasi hukum dan hak-hak asasi manusia berdasarkan keadilan dan kebenaran dengan melakukan pengkajian masalah-masalah hukum serta penyusunan rencana pembaruan di bidang hukum secara obyektif dengan melibatkan unsur-unsur dalam masyarakat.

Tugas KHN adalah memberikan pendapat atas permintaan Presiden tentang berbagai kebijakan hukum yang dibuat atau direncanakan oleh Pemerintah dan tentang masalah-masalah hukum yang berkaitan dengan kepentingan umum dan kepentingan nasional.

Selain itu KHN bertugas pula untuk membantu presiden dengan bertindak sebagai Panitia Pengarah (Steering Committee) dalam mendesain rencana umum pembaruan di bidang hukum yang sesuai dengan cita-cita negara hukum dan rasa keadilan, dalam upaya mempercepat penanggulangan krisis kepercayaan kepada hukum dan penegakkan hukum, serta dalam menghadapi tantangan dinamika globalisasi terhadap sistem hukum di Indonesia.

Contoh lain :

Bidang Politik

Kudeta Guinea 2008 adalah sebuah kudeta militer yang terjadi di Guinea pada 23 Desember 2008, tak lama setelah kematian Presiden Lansana Conté yang telah lama menjabat.

Enam jam setelah Somparé mengumumkan kematian Conté,[8] sebuah pernyataan dibacakan di radio negara yang mengumumkan terjadinya sebuah kudeta militer.[7] Pernyataan ini, yang dibacakan oleh Kapten Moussa Dadis Camara[7][9] atas nama sebuah kelompok yang menyebut dirinya Dewan Nasional untuk Demokrasi dan Pembangunan (CNDD),[7] mengatakan bahwa “pemerintah dan lembaga-lembaga Republik telah dibubarkan.” Pernyataan ini juga mengumumkan dibekukannya konstitusi “serta semua aktivitas politik dan uni.”[7][9] Menurut Kapten Camara, kudeta ini diperlukan karena Guinea berada dalam “keadaan yang sangat menyedihkan” karena kemiskinan dan korupsi yang merajalela, dan ia berkata bahwa lembaga-lembaga yang ada “tidak mampu memecahkan krisis yang telah dihadapi negara ini.” Lebih jauh, Camara berkata bahwa seseorang dari kalangan militer akan menjadi Presiden, sementara seorang warga sipil akan ditunjuk sebagai Perdana Menteri yang memimpin pemerintahan yang baru yang akan disusun seimbang secara etnis.[7] Menurut Camra, Dewan Nasional untuk Demokrasi dan Pembangunan, akan teridiri atas 26 orang perwira dan 6 orang sipil.

http://id.wikipedia.org/wiki/Kudeta_Militer_Guinea_2008

Dalam Bidang ekonomi, krisis adalah istilah lama dalam teori siklus bisnis, merujuk pada perubahan tajam menuju resesi. Sebagai contoh krisis ekonomi 1994 di Meksiko, krisis ekonomi Argentina (1999-2002), krisis ekonomi Amerika Selatan 2002, krisis ekonomi Kamerun. Krisis finansial bisa berupa krisis perbankan maupun krisis moneterhttp://id.wikipedia.org/wiki/Krisis_ekonomi

Contoh yang lainnya:

Krisis Timur Tengah semakin memanas setelah sejumlah kelompok militan, termasuk sayap militer Hamas memberi tenggat Selasa (4 Juli 2006

31 Oktober 2009

Krisis finansial Asia adalah krisis finansial yang dimulai pada Juli 1997 di Thailand , dan mempengaruhi mata uang , bursa saham dan harga

19 November 2009

Krisis moneter dapat merujuk pada: Krisis finansial Sebutan di Indonesia terhadap krisis finansial Asia 1997

1 Oktober 2008

Krisis Suez. (أزمة السويس – العدوان الثلاثي ar | DIN | ʾAzmat al-Sūwais/Al-ʿIdwān al-Thalāthī; Crise du canal de Suez; מבצע קדש

17 November 2009

Krisis energi adalah kekurangan (atau peningkatan harga) dalam persediaan sumber daya energi ke ekonomi . Krisis ini biasanya menunjuk ke

19 Oktober 2009

Krisis Abyssinia adalah krisis diplomatik selama periode antar perang yang berasal dari konflik antara Kerajaan Italia dengan Kekaisaran

9 Juli 2009

Istilah krisis finansial digunakan untuk berbagai situasi dengan berbagai institusi atau aset keuangan kehilangan sebagian besar nilai

19 Juli 2009

Krisis Selat Taiwan Pertama (1954-1955) Krisis Selat Taiwan Kedua (1958) Krisis Selat Taiwan Ketiga (1995-1996)

20 November 2009

Krisis Rudal Kuba adalah sebuah krisis yang terjadi antara tahun 1962 yang terjadi sebagai akibat dari Perang Dingin yang terjadi antara

23 Oktober 2008

Krisis Selat Taiwan Pertama (juga disebut Krisis Selat Taiwan 1954-1955, Krisis Selat Taiwan 1955) adalah konflik bersenjata singkat yang

21 November 2009

Krisis sandera Iran adalah periode selama 444 hari (4 November 1979 – 20 Januari 1981 ; kurang lebih 14 bulan) di mana para pelajar

17 Februari 2009

Krisis finansial Rusia (juga disebut “krisis ruble “) menimpa Rusia pada tanggal 17 Agustus 1998 . Krisis ini diperburuk oleh krisis

1 Juni 2009

Krisis Selat Taiwan Ketiga, juga disebut Krisis Selat Taiwan 1995-1996 atau Krisis Selat Taiwan 1996, adalah akibat dari uji coba misil

29 Juni 2009

Krisis minyak 1973 terjadi pada 15 Oktober 1973 hingga 1975 . Naiknya harga minyak yang ditetapkan oleh OPEC dan tingginya biaya yang

1 Juni 2009

Pada tahun 2008, kemungkinan krisis ekonomi diusulkan oleh beberapa indikator penting penurunan ekonomi di seluruh dunia. menyebabkan krisis

4 Desember 2009

Krisis Kenya 2007-2008 merujuk pada krisis politik, ekonomi dan kemanusiaan yang meletus di Kenya setelah Presiden Mwai Kibaki

12 Oktober 2009

Krisis finansial 2007–2008 berawal sekitar Juli 2007 ketika kepercayaan diri dalam nilai securitized mortgage hilang dari investor di

1 Juni 2009

Krisis sandera Korea Selatan 2007 terjadi di Afganistan pada Juli 2007 – Agustus 2007 . Krisis ini dimulai dengan penangkapan 23

21 Oktober 2009

Sekarang tambah dengan krisis kepercayaan.

HARI KIAMAT

* Kutipan dari Buku Pintar Agama Islam oleh: Syamsul Rijal Hamid *

Hari Kiamat adalah hari berakhirnya kehidupan dunia yang fana ini. Banyak orang meragukan, benarkah alam yang sedemikian besar akan musnah begitu saja. Namun sebagai orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kita wajib percaya bahwa kiamat pasti akan terjadi. Ditegaskan dalam Al-Qur’an. “ Dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya.”(QS. 22/Al-Hajj :7).

Lalu kapankah hari kiamat itu tiba ? Tidak ada seorangpun yang tahu, juga tidak ada yang dapat meramalkannya. Al-Qur’an sendiri tidak memastikan waktunya kiamat. Namun kiamat menurut Al-Qur’an sudah dekat. “Dan tahukah kamu, boleh jadi hari kiamat itu sudah dekat.” (QS.42/Asy-Syuroo:17).” Telah dekat terjadinya hari kiamat.” (QS.53/An-Najm: 57). Hal ini juga ditegaskan dalam sebuah hadis Anas ra. mengatakan, Rasulullah Saw. bersabda, “Jarak waktu (antara) aku diutus dengan (kedatangan) hari kiamat seperti ini”. Beliau merapatkan telunjuk dan jari tengah. (HR. Muslim).

Terjadinya kiamat ditandai dengan tiupan terompet oleh Malaikat Isrofil. “Dan pada hari ditiup sangkakala, maka terkejutlah siapa yang ada di langit dan siapa yang ada di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah”.(QS.27/An-Naml: 87). Lalu bumi dan gunung-gunung berguncang dan jadilah gunung itu tumpukan pasir yang berterbangan (QS 73/Al-Muzammil:14); langit terpecah (QS.84/Al-Insyiqaq: 1), bumi digoncangkan dengan goncangan yang sangat dahsyat, dan bumi mengeluarkan isinya (QS.99/Az-Zalzalah: 1-2), matahari digulung, bintang-bintang berjatuhan, lautan meluap dan langit lenyap”.(QS. At-Takwir: 1,2,3,6, dan 11). Hari itu menjadi pertanda masa transisi, perpindahan umat manusia dari kehidupan di alam dunia menuju alam akhirat yang baqo’, yakni kekal abadi.

Berapa lamakah peristiwa yang sangat dahsyat nan mengerikan itu berlangsung? “Tidaklah (lama berlangsungnya) peristiwa kiamat, melainkan sekejap mata atau lebih cepat”. .(QS.16/An-Nahl: 77).

Hari kiamat, menurut Al-Qur’an, memiliki sekitar tiga puluh dua (32) sebutan, beberapa diantaranya :

  1. Yaum al Qiamah (hari kiamat). Kata inilah yang paling banyak disebutkan dalam al-Qur’an, ditemukan di 71 tempat, antara lain disebutkan dalam QS.2/Al-Baqarah: 85 dan 113, QS.3/Ali Imron: 55 dan 77; serta QS. 4/An-Nisa’: 87 dan 109).
  2. Yaum al Akhir (hari kemudian/akhir), sebab pada hari itulah akhir kehidupan makhluk sebelum kembali ke alam baqa (QS.29/Al-Ankabut; 36, QS. 33/Al-Ahzab; 21 dan QS. 60/Al-Mumtahanah; 6).
  3. Yaum al Hisab (hari perhitungan amal), sebab pada hari itu semua umat manusia akan diadili oleh Allah Swt. (QS.14/Ibrahim; 41: QS. 38/Shod; 26 dan 53).
  4. Yaum al Zalzalah (hari kegoncangan dan keruntuhan), sebab pada hari itu bumi mengalami kegoncangan yang amat dahsyat (QS. 22/Hajj: 1 dan QS. 99/Az Zalzalah: 1)
  5. Yaum al Ghosyiyah, yakni hari kejadian yang dahsyat (QS. 88/Al Ghasyiyah: 1)
  1. Yaum al Haqqah (hari yang pasti terjadi) sebab hari ini pasti terjadi dan semua janji Allah tentang adanya kehidupan di alam akhirat mulai terbukti (QS. 69/Al Haqqah: 1-3).
  2. Yaum al ‘Asir (hari penuh kesulitan), semua makhluk hidup pada hari itu sangat menderita (QS. 74/Al Muddatstsir: 9).
  3. Yaum al Ba’ats (hari berbangkit), karena pada hari itu semua manusia yang telah mati dibangkitkan dari kuburnya. (QS. 23/Al Mu’minun: 16 dan QS. 82/Al Infithar: 4-5)
  4. Yaum al Jam’i, yakni hari pengumpulan seluruh makhluk (QS. 64/At Taghabun: 9)
  5. Yaum al ‘Arod, yakni hari diperlihatkan semua perbuatan stiap manusia (QS.99/AzZalzalah 6-8)
  6. Yaum at Tanaad, yakni hari panggil memanggil. Sebab pada hari itu setiap manusia yang ditimpa penderitaan memanggil –manggil orang lain memohon pertolongan meskipun tak ditanggapi. (QS. 40/Al-Mu’min: 32).

  1. Tanda-tanda Hari Kiamat

Kepastian waktu hari kiamat dirahasiakan oleh Allah SWT. Tersurat dalam Al-Qur’an. “sesungguhnya hari kiamat itu akan datang, Aku merahasiakan waktunya.” (QS. 20/Thoha: 15). Dengan demikian tidak seorang pun, tidak kecyuali Rasulullah Saw., mengetahui kapan hari kiamat akan tiba. Nabi Muhammad Saw. hanya memberikan tanda-tanda menjelang datangnya kiamat. Berikut ini kami ketengahkan tanda-tanda kecil dan tanda-tanda besar menjelang terjadinya kiamat yang kami sarikan dari beberapa hadits riwayat Bukhari, Muslim dan Tirmidzi.

1)       Banyak terjadi pembunuhan

2)       Dua golongan besar saling memerangi satu sama lain, sedangkan korban di kedua pihak cukup besar/banyak dan alas an kedua-duanya hanya satu.

3)       Kejahatan merajalela

4)       Api menyala di bumi Hijaz (yang sinarnya) dapat menerangi leher-leher unta di Bushro (nama sebuah kota di Syam (Syiria: red), yaitu kota Hauron yang tidak jauh dari Damsyik atau Damaskus.

5)       Orang-orang kembali menyembah Latta dan ‘Uzza (yakni patung-patung yang dipertuhankan oleh orang-orang Arab pada Masa Jahiliyah.

6)       Munculnya para Dajjal (pembohong besar) yang jumlahnya hampir 30 orang. Mereka semua menyatakan diri sebagai Rasul (utusan) Allah.

7)       Kaum muslimin memerangi orang-orang Yahudi, sehingga orang-orang Yahudi bersembunyi dibalik batu atau pohon. Kemudian batu atau pohon itu memberitahukan ‘Hai muslim, hai Abdullah ini orang-orang Yahudi bersembunyi di belakangku. Kemarilah, bunuhlah dia’. Kecuali pohon Ghorqod, karena pohon itu berasal dari Yahudi”.

8)       Waktu berputar semakin cepat, sehingga setahun terasa sebulan, sebulan terasa seminggu.

9)       Ka’bah roboh.

10)   Matahari terbit dari sebelah barat.

11)   Keluar binatang aneh dari perut bumi yang memakai cincin Nabi Sulaiman as. Yang dapat berbicara dengan manusia dan memberi tanda “kafir” kepada orang-orang yang tidak beriman.

12)   Adanya Ya’juj dan Ma’juj, adalah segolongan umat  manusia yang mempunyai kekuatan besar dan berfikiran sesat.

13)   Turunnya Imam Mahdi ke dunia untuk meluruskan syari’at Islam dan menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah Saw.

14)   Turunnya Nabi Isa as. dari langit yang akan jadi hakim memperjuangkan kebenaran bersama Imam Mahdi. Dialah yang menumpas Dajjal, menghancurkan salib serta mengajak umat manusia meng-esa-kan Allah SWT. sekaligus menyembah-Nya.

15)   Lenyapnya tulisan–tulisan dalam Al-Qur’an, dan tiada seorangpun yang hafal bacaannya.

16)   Segenap manusia menjadi kafir, dan inilah tanda paling akhir menjelang kiamat.

  1. B. Urutan Peristiwa pada Hari Kiamat

Peristiwa kiamat berlangsung amat singkat.” Kejadian kiamat itu seperti sekejap mata atau lebih cepat (lagi).” (QS. 16/An Nahl: 77). Setelah itu Allah mematikan segala jenis makhluk yang masih hidup. Selang beberapa waktu kemudian, Allah membangkitkan semua dari dalam kubur (QS. 22/Al Hajj: 7). Sejak itulah dimulai kehidupan di alam akhirat yang kekal abadi.” Kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. 87/Al A’la: 17).

Ada beberapa rangkaian peristiwa yang harus dilalui oleh manusia menuju kebadian hidup di alam akhirat.

  1. Nafkhotan, yakni dua kali tiupan sangkakala (terompet) oleh Malaikat Isrofil. Tiupan pertama adalah saat tiba hari kiamat dimana semua makhluk dimatikan oleh Allah SWT. Tiupan kedua adalah sebagai tanda dibangkitnya umat manusia dari alam kubur. Selisih waktu antara kedua tiupan itu 40 (entah hari, bulan, atau tahun) lamanya.
  2. Ba’ats, adalah hari dibangkitkannya manusia dari alam kubur untuk mempertanggung-jawabkan amal perbuatannya dalam pengadilan Tuhan.
  3. Hasyar, adalah hari dikumpulkannya manusia di Padang Mahsyar untuk diadili dan diputuskan oleh Allah SWT berdasarkan amal perbuatan manusia itu sendiri selama hidup di dunia-apakah dia berhak masuk surga atau harus menghuni neraka. Keadaan di padang Mahsyar ini amat menyiksa bagi segenap umat manusia, dimana matahari hampir tak berjarak dengan kepala. Dan tidak ada tempat untuk berlindung.

Pada hari itu hanya ada 7 golongan manusia yang mendapat naungan dari Allah SWT. mereka adalah :

a)       Imam/Pemimpin/Penguasa yang adil.

b)      Orang yang sejak masa mudanya senantiasa beribadah kepada Allah SWT.

c)       Lelaki yang hatinya senantiasa terpaut pada masjid.

d)      Dua orang yang berkasih-sayang karena Allah SWT, mereka berkumpul dan berpisah Karena Allah SWT.

e)       Orang yang mampu memelihara dan mengendalikan diri dari segala godaan setan dan nafsu buruk terutama masalah syahwat “bawah perut” karena takut kepada Allah SWT.

f)        Orang yang bersedekah dan merahasiakannya laksana tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.

g)       Orang yang mengingat Allah dalam kesunyian (tengah malam), sehingga tergetar hatinya akan kebesaran Allah SWT.

  1. Syafa’at Udhma, adalah pertolongan N. Muhammad Saw, untuk semua makhluk. Pada waktu itu Nabi Saw. memohon kepada Allah SWT. agar secepatnya diadakan hisab, dan Allah SWT mengabulkan permohonan beliau. Nabi juga memberikan syafa’at (pertolongan) khusus antara lain kepada calon ahli surga agar mereka diizinkan oleh Allah SWT segera memasuki tempat yang penuh dengan kelezatan tersebut, dan untuk ahli tauhid agar diringankan dosa-dosanya.
  2. Hisab, adalah perhitungan amal baik dan buruk segenap umat manusia selama hidup di dunia. Pada waktu itulah banyak manusia menyesal karena selama hidup di dunia telah meragukan kebenaran agama Allah SWT. mereka itu memohon kepada Allah SWT agar dikembalikan ke dunia untuk beramal saleh guna menebus kesalahan-kesalahannya, namun tidak dikabulkan. Ada 4 masalah yang diperhitungkan di sini :
  1. Usianya dihabiskan untuk apa;
  2. Masa mudanya digunakan untuk apa;
  3. Hartanya didapat dari mana, dan dibelanjakan untuk apa; dan
  4. Ilmunya dimanfaatkan untuk apa.

Dalam hisab ini, mulut terkunci rapat, tidak bias mengadakan pembelaan sepatah kata pun. Yang bicara seluruh anggota badan (mata, mulut, telinga, kaki dan tangan), dan mereka mengatakan segala yang telah diperbuatnya dengan sejujur-jujurnya dari perbuatan besar sampai yang sekecil-kecilnya.

  1. Mizan (timbangan/neraca), adalah penimbangan antara dosa dan kebajikan setiap manusia.
  2. Ita-ul Kitab adalah pemberian/pembukuan buku catatan amal setiap manusia.
  3. Haudl (telaga). Setiap Nabi/Rasul memeliki telaga untuk memberi minum umatnya. Nabi Muhammad Saw. memiliki telaga bernama Kautsar, namun hanya calon penghuni surga yang dapat menikmati kelezatan air telaga ini.
  4. Shirotol Mustaqim adalah sebuah jembatan/titian yang membentang di atas neraka yang menghubungkan antara Padang Mahsyar dan surga. Permukaan titian tersebut tipis dan tajam. Menurut keterangan dari Sahabat Abu Sa’id ra., jembatan ini lebih tipis dari rambut dan lebih tajam dari mata pedang. Mereka yang sudah dihisab dipersilahkan melintasi jembatan ini menuju ke surga. Sulit-mudahnya, dan berhasil-tidaknya melintasi jembatan ini sepenuhnya ditentukan oleh amal-ibadah manusia itu sendiri selama hidupnya di dunia. Karenanya, berbeda-beda cara yang dilakukan oleh setiap manusia dalam melintasi jembatan tersebut.
  1. Ada manusia yang melintasinya secepat kilat menyambar.
  2. Ada manusia yang melintasinya seperti kecepatan angin.
  3. Ada manusia yang melintasinya seperti burung terbang
  1. Ada manusia yang melintasinya secepat kuda pacuan.
  2. Ada manusia yang melintasinya dengan berlari.
  3. Ada manusia yang melintasinya dengan berjalan sehari semalam.
  4. Ada manusia yang melintasinya dengan memakan waktu sampai sebulan, bahkan bertahun-tahun.

Orang yang berhasil melintasi jembatan tersebut akan sampai ke surga, sedangkan yang terpeleset jatuh ke neraka.

  1. Surga dan Neraka, adalah dua tempat kehidupan di alam akhirat yang teramat sangat kontras keadaannya. Surga menjanjikan segala macam kelezatan yangpernah dinikmati oleh umat manusia selama di dunia. Sebaliknya neraka menjanjikan kesengsaraan, penderitaan dan kepedihan yang juga belum pernah dinikmati oleh umat manusia selama hidup di dunia.

NERAKA

Kata Neraka berasal dari bahasa Arab Naar atau an Naar yang artinya api. Inilah suatu tempat di alam akhirat berupa telaga api yang bergejolak membara. Allah SWT. ciptakan tempat ini untuk menyiksa dan memberi balasan kepada umat manusia yang banyak berbuat dosa dan kesalahan. Itulah sebabnya nraka disebut juga Mautin al ‘azaab, yakni tempat berlakunya siksaan. Tentang kebenaran adanya neraka ini ditegaskan dalam Al-Qur’an, “sungguh kamu akan melihat neraka itu, kemudian sungguh kamu akan melihatnya dengan penglihatan yang yakin”. (QS. 102/At-Takatsur: 6-7).

Siapakah yang kelak menjadi penghuni neraka ? Penghuni neraka dikelompokkan dalam dua golongan:

  1. Golongan yang kekal di dalam neraka, ialah orang-orang kafir, murtad, musyrik dan pendusta agama. Firman Allah SWT, “Sesungguhnya orang-orang kafir dari ahli kitab (nasrani) dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam, mereka kekal di dalamnya.” (QS. 98/Al Bayyinah: 6); “Dan orang-orang yang ingkar (kafir) serta mendustakan ayat-ayat kami, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. “ (QS. 2/Al Baqarah: 39); “Barang siapa diantara kamu yang murtad (keluar, red) dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat. Mereka itulah penghuni neraka kekal di dalamnya.” (QS. 2/Al Baqarah: 217).
  2. Golongan yang menghuni neraka hanya untuk sementara waktu saja, ialah orang-orang muslim yang berdosa dimasukkan ke dalam neraka sekedar untuk menebus dosa-dosanya. Sabda Rasulullah Saw, “Akan keluar dari neraka setiap orang yang (selama di dunia) mengucapkan “Laa Ilaaha Illallooh” dan di dalam hatinya ada kebaikan seberat kacang. Dan akan keluar dari neraka setiap orang yang (selama di dunia) mengucapkan “Laa Ilaaha Illallooh” dan di dalam hatinya ada kebaikan seberat gandum. Juga akan keluar dari neraka setiap orang yang (selama di dunia) mengucapkan “Laa Ilaaha Illallooh”, dan di dalam hatinya ada kebaikan seberat debu.” (HR. Bukhori dan Muslim).

  1. A. Nama Neraka dan Calon Penghuninya.

Keadaan neraka bertingkat-tingkat. Berikut ini urutan dan nama-nama neraka dan para calon penghuninya sesuai dengan yang diberitakan dalam Al-Qur’an.

  1. 1. Neraka Jahanam. Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari itu neraka Jahanam didatangkan, ia mempunyai 70.000 (tujuh puluh ribu) kendali. Pada setiap kendali terdapat 70.000 malaikat yang menariknya”. (HR. Muslim dan Tirmidzi).

Calon Penghuninya, ialah :

a) Orang-orang kafir (QS. 18/Kahfi: 100);

b)      Orang-orang munafik (QS. 9/At-Taubah: 68);

c)       Orang-orang durhaka (QS. 19/Maryam: 86);

d)      Orang-orang yang mengikuti ajakan setan (QS. 15/Al-Hijr: 43);

e)       Orang-orang menhadap Tuhan dalam keadaan berdosa (QS. 20/Thaha: 74);

f)        Orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat (QS. 9/At-Taubah: 34-35);

  1. 2. Neraka Jahiim. Calon penghuninya, ialah :

a)       Orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah SWT. (QS. 5/Al-Maidah: 10);

b)      Pendurhaka (QS. 82/Al-Infithar: 13-14); dan

c)       Orang yang berusaha menentang ayat-ayat Allah SWT. (QS. 22/Al-Hijr: 51):

  1. 3. Neraka Hawiyah. Calon penghuninya, ialah orang-orang yang lebih banyak dosanya dibandingkan kebaikannya. (QS.101/Al-Qari’ah: 8-9)
  2. 4. Neraka Wail. Calon penghuninya, ialah orang yang apabila menerima timbangan dari orang lain meminta dipenuhi, sebaliknya jika menimbang untuk orang lain mereka mengurangi. (QS. 83/Al-Muthaffifin: 1-3).
  3. 5. Neraka Sa’ir. Calon penghuninya, ialah :

a)       Orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim (QS. 4/An-Nisa’: 10);

b)      Orang-orang yang tidak mengikuti petunjuk Allah SWT (QS. 31/Luqman: 21);

c)       Orang-orang kafir (QS. 33/Al-Ahzab: 64-65);

d)      Orang-orang yang terpedaya setan (QS. 35/Fathir: 5-6).

e)       Orang-orang yang menyimpang dari perintah Allah SWT (QS. 34/Saba’: 12); dan

f)        Orang yang tidak beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya (QS. 48/Al-Fath: 13).

  1. 6. Neraka Ladho. Calon penghuninya, ialah orang-orang berpaling dari agama, dan menimbun kekayaan tanpa mau mengeluarkan zakatnya. (QS. 70/Al-Ma’aarij: 15-18).
  2. 7. Neraka Saqor. Calon penghuninya ialah orang yang semasa hidupnya tidak pernah shalat, tidak pernah memberi makan orang miskin, suka membicarakan kebathilan, dan mendustakan hari pembalasan (QS. 74/Al-Muddatstsir: 42-47).
  3. 8. Neraka Huthomah. Calon penghuninya ialah orang yang suka mengumpat, mencela dan berprasangka. (QS. 49/Al-Hujurat: 11-12 dan QS. 104/Al-Humazah).
  1. B. Pintu-pintu Neraka

Dalam sebuah riwayat dikatakan, bahwa malaikat Jibril as. pernah menerangkan kepada Nabi Muhammad Saw. tentang-tentang pintu-pintu neraka sebagai berikut :

  1. Pintu pertama bernama Hawiyah letaknya paling bawah, untuk orang-orang kafir dan munafik.
  2. Pintu kedua bernama Jahiim, untuk orang-orang musyrik.
  3. Pintu ketiga bernama Saqor, untuk orang-orang shabiin.
  4. Pintu keempat bernama Ladho untuk para iblis dan para pengikutnya bersama orang-orang majusi.
  5. Pintu kelima bernama Huthomah untuk orang Yahudi.
  6. Pintu keenam bernama Sa’ir, untuk orang Nasrani.
  7. Pintu ketujuh untuk orang yang banyak dosa dan belum sempat bertobat saat ajal tiba.

Menurut Riwayat bin Munabbih dikatakan, bahwa jarak tempuh antara pintu yang satu dengan pintu yang lain selama 70 tahun perjalanan. Derajat panasnya juga sangat berbeda selisih 70 derajat setiap pintunya. (Lihat Mukhtasar Tadzkiratul Qurtuby, hal. 76).

SURGA

SURGA (Al Jannah) adalah suatu tempat di alam akhirat yang penuh dengan keselamatan, kesejahteraan, segala kesenangan dan kenikmatan, kebahagiaan serta kemuliaan yang abadi. Semua kenikmatan yang ada di surga itu sangatlah luar biasa, hingga digambarkan dalam hadits “sebagai kenikmatan yang tiada tandingannya”.

Rasulullah Saw. bersabda, bahwa Allah SWT berfirman:

“Ku sediakan bagi hamba-hambaku yang saleh segala kenikmatan yang belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar telinga, bahkan belum pernah tergambar dalam hati manusia”. Ini sesuai dengan firman Allah SWT  dalam (QS. 32/As Sajdah: 17) “Tidak seorangpun yang mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka (yaitu segala macam kenikmatan) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan”. (HR. Muslim dari Abu Hurairah ra.)

Siapakah yang bakal menghuni surga ? Allah SWT menjanjikan tempat ini bagi hamba-Nya yang beriman dan bertakwa kepada-Nya. “Dan orang-orang yang beriman dan beeramal saleh, menjadi penghuni surga. Kekallah mereka di dalamnya. (QS. 2/Al Baqarah: 82) “Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak akan kami masukkan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selamanya”. (QS. 4/An Nisa’: 122). Yang termasuk orang beriman dan beramal saleh menurut hadits Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Tirmidzi adalah orang yang: a) suka memberi makan fakir miskin; b) lembut bicaranya; dan c) gemar berpuasa dan shalat pada malam hari sewaktu manusia yang lain tidur nyenyak”.

Dalam hadits lain diungkapkan bahwa orang yang bakal masuk surga adalah yang melakukan enam perkara. Rasulullah Saw. bersabda, “ Jaminlah untukku enam perkara dari diri kalian, niscaya kalian kujamin masuk surga. Enam perkara itu adalah: a) jujurlah jika berbicara; b) tepatilah apabila berjanji; c) peliharalah amanat; d) tundukanlah pandangan mata kalian; e) peliharalah kemaluan kalian; dan f) cegahlah kedua tangan kalian (dari perbuatan terlarang)”. (HR. Baihaqi dari Ubadah ibnu Shomit ra.)

Tentang keadaan penghuni surga, diterangkan dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabi Saw. Mereka memakai sutera yang halus nan tebal (QS. 44/Ad-Dukhan: 53), serta menggunakan perhiasan emas dan mutiara (QS. 35/Fathir: 33). Semua penghuni surga setinggi Nabi Adam as., yakni 20 hasta atau sekitar 20 meter (HR. Tirmidzi). Wajah mereka rupawan, dalam usia 30-an tahun (HR. Ahmad, Ibnu Abid Dunya, Baihaqi dan Thabrani). Tidak ada perselisihan antara mereka oleh karena hati mereka telah menyatu, dan senatiasa bertasbih pada waktu pagi dan sore (HR. Bukhari dan Muslim). Mereka memperoleh buah-buahan dan segala sesuatu yang mereka kehendaki (QS. 36/Yaa Siin: 57). Mereka dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda yang (selamanya) tetap muda. Apabila penghuni surga melihat mereka, ia akan mengira mereka mutiara yang bertaburan (QS. 76/Al-Insan: 19). Allah SWT memberikan kepada mereka bidadari untuk menemani (QS. 44/Ad-Dukhan: 54) Bidadari yang bermata jeli (QS. 56/Al-Waqi’ah: 22), cantik jelita dan putih bersih (QS. 55/Ar Rahman : 72).

  1. A. Nama-nama  Surga  dan Calon Penghuninya

Perihal nama-nama surga, tingkatan dan calon-calon penghuninya diterangkan demikian:

  1. Surga Firdaus, diciptakan oleh Allah SWT dari emas. Tentang calon penghuninya dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat 23/Al-Mu’minun: 1-11:

a)       Orang-orang yang memelihara shalat, dan enantiasa khusyuk;

b)      Orang-orang yang berpaling dari pekerjaan sia-sia;

c)       Orang-orang yang membayar zakat;

d)      Orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isterinya; dan

e)       Orang-orang memelihara amanat dan menepati janji.

  1. Surga ‘Adn, diciptakan oleh Allah SWT dari intan putih. Calon penghuninya ialah :

a)       Orang yang mengerjakan kebaikan karena Allah SWT (QS. 16/An Nahl : 30-31).

b) Orang yang benar-benar beriman dan beramal saleh (QS. 20/Thaha: 75-76);

c)       Orang yang banyak berbuat baik (QS. 35/Fathir: 32-33): serta

d)      Orang yang sabar karena berharap ridho Allah, menginfakkan hartanya dan membalas kejahatan dengan kebaikan (QS. 13/Ar-Ra’du: 22-23)

  1. Surga Na’im diciptakan oleh Allah SWT dari perak putih. Calon penghuninya ialah:

a)       Orang-orang yang beriman dan beramal saleh. (QS. 31/Luqman: 8 dan QS. 22/Al Hajj: 56).

b)      Orang-orang yang bertakwa (QS. 68/Al Qalam: 34).

  1. Surga Ma’wa diciptakan oleh Allah SWT dari Zamrut Hijau. Calon penghuninya ialah:

a) Orang-orang yang brtakwa kepada Allah SWT (QS. 53/An Najm: 15)

b)      Orang-orang yang benar-benar beriman dan beramal saleh (QS. 32/As Sajdah: 19);

c)       Orang-orang yang takut kebesaran Allah SWT dan menahan diri dari hawa nafsu buruk (QS. 79/An Nazi’at: 40-41)

  1. Surga Darussalam diciptakan oleh Allah SWT dari Yakut merah. Calon penghuninya ialah sebagaimana yang diterangkan dalam Al Qur’an surat 6/Al-An’am: 127

a)       Orang-orang yang kuat iman dan islamnya;

b)      Orang-orang yang memperhatikan ayat-ayat Al Qur’an dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari karena Allah SWT.

  1. 6. Surga Darul Muqomah diciptakan oleh Allah SWT dari Permata putih. Calon penghuninya ialah orang-orang yang kebaikannya amat banyak dan sangat jarang berbuat kesalahan.
  2. 7. Surga Al Maqoomul Amiin, diciptakan oleh Allah SWT dari Emas. Calon penghuninya ialah orang-orang yang keimanannya telah mencapai tingkat muttaqien, yakni orang-orang yang benar-benar bertakwa kepada Allah SWT.
  3. Surga Khuldi, diciptakan oleh Allah SWT dari Marjan merah dan kuning. Calon penghuninya ialah orang-orang taat menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya (QS. 25/Al Furqan: 15).

Jarak antara surga yang satu dengan yang lain , diterangkan dalam hadts. “Surga itu terdiri dari seratus tingkat. Jarak antara yang satu dengan yang lainnya seperti antara bumi dan langit. Dan tingkatan tertinggi adalah Surga Firdaus.” (HR. Abi Sa’id Al Khudri).

  1. B. Pintu-pintu Surga

Menurut hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra., surga memiliki 8 pintu dari emas yang ditaburi dengan mutiara. Selama bulan Ramadhan, semua pintu-pintu surga dibuka. Sabda Rasulullah Saw. “Jika datang bulan Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu surga…” (HR. Bukhari dan Muslim).

Kedelapan pintu-pintu surga tersebut, adalah :

  1. Pintu pertama untuk para Nabi/Rasul, syuhada, dan dermawan.
  2. Pintu kedua untuk orang-orang yang mendirikan shalat dengan menyempurnakan syarat-rukunnya dan menyempurnakan wudhunya.
  3. Pintu ketiga untuk orang yang mengeluarkan zakat dengan kebaikan jiwanya.
  4. Pintu keempat orang-orang yang menganjurkan kebaikan dan melarang kemungkaran.
  5. Pintu kelima untuk orang-orang yang mencegah hawa nafsu dari kesyahwatan.
  6. Pintu keenam untuk orang-orang yang menunaikan ibadah haji dan umroh.
  7. Pintu ketujuh untuk orang-orang yang ahli jihad (berjuang menegakkan agama Allah SWT).
  8. Pintu kedelapan untuk orang-orang takwa yang beramal saleh, termasuk diantaranya orang yang berbakti kepada orang tuanya, dan menyambung tali persaudaraan.

3 Tanggapan to “Kumpulan Artikel”

  1. […] https://nanangkohar.wordpress.com/membuat-blog-wordpress/ diakses 20 Februari2012 […]

  2. wah artikelnya panjang bener,
    nice info 🙂

  3. Erin said

    This excellent article, “Kumpulan Artikel NANANG KOHAR, SH.

    & A. BUSTAMI, SH. : LAWYERs” illustrates that u actually comprehend what u r talking about!
    I actually absolutely approve. Thanks -Audry

Tinggalkan Balasan ke Mesin Absensi Batalkan balasan